Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Bitcoin (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
Bitcoin (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Jakarta, FORTUNE - Analis mengingatkan bahwa gejolak di pasar kripto masih jauh dari selesai. Prospek jangka panjang aset digital amat ditentukan oleh kondisi makroekonomi global.

Melansir The Block, para analis menyebutkan dinamika pasar pun masih fluktuatif, melihat aksi jual kembali mengguncang pasar pada Jumat, 21 November 2025, setelah posisi leverage senilai lebih dari US$2 miliar atau sekitar Rp33,41 triliun tersapu habis dalam 24 jam. Meski dipicu sentimen jangka pendek, melemahnya Bitcoin (BTC) dinilai sejumlah pihak dapat menjadi peluang akumulasi.

CIO Bitwise, Matt Hougan, mengatakan bahwa tekanan jual terkini berasal dari kecemasan jangka pendek, tetapi kepercayaan jangka panjang tetap bertahan.

“Ini kisah dua pasar. Investor jangka pendek melihat sentimen risk-off global, perdagangan DAT yang melemah, dan efek volatilitas 10 Oktober. Namun investor jangka panjang mulai mempertimbangkan level harga ini,” ujarnya, mengutip CNBC.

Hougan menyebut beberapa investor besar dunia, termasuk endowment Harvard dan sovereign wealth fund Abu Dhabi, mulai menilai Bitcoin sebagai titik masuk yang menarik, meskipun ia mengakui penurunan menuju “pertengahan atau bawah 70-an” masih berpotensi terjadi. Menurutnya, pasar kini “lebih dekat ke dasar daripada awal koreksi”.

Ia menambahkan bahwa sejumlah investor terus mengamati area US$84.000 atau Rp1,4 miliar sebagai titik terendah pullback pada Maret, yang masih dipandang sebagai level penting oleh banyak trader.

Sebagian analis lain memperkirakan harga dapat kembali ke kisaran pra-pemilu Trump di sekitar US$70.000 atauRp 1,16 miliar. Setelah BTC mencetak rekor tertinggi pada Oktober, melampaui US$126.000 atau Rp2,1 miliar, banyak pendatang baru yang kurang berpengalaman kini mulai panik.

Hougan menegaskan bahwa melihat satu indikator saja dapat menyesatkan, dan faktor paling menentukan justru likuiditas global.

“Kripto turun karena likuiditas dunia menyusut. Perdagangan DAT melemah, sentimen penghindaran risiko meningkat,” katanya.

Di sisi lain, Kepala Strategi Ekuitas dan Makro Cantor Fitzgerald, Eric Johnston, menilai tekanan jual lintas aset mencerminkan fase de-risking besar yang juga menghantam perdagangan Bitcoin dan sektor AI yang sedang panas.

“Kita memasuki situasi ini dengan leverage tinggi dalam sistem,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa proses pembersihan risiko kini mulai berlangsung.

Johnston mencatat bahwa dinamika kepemilikan Bitcoin telah berubah signifikan dibandingkan siklus penurunan 55–80 persen sebelumnya.

“Institusi sekarang memegang porsi jauh lebih besar. Stablecoin tumbuh. Regulasi sudah ada,” ujarnya.

Perubahan ini, meski tidak terlihat pada hari tersebut, dinilai mampu menekan volatilitas dalam jangka panjang.

Baik Hougan maupun Johnston sepakat bahwa arah kripto ke depan sangat bergantung pada kondisi makro. Johnston menilai prospek pemangkasan suku bunga The Federal Reserve pada 2026 serta peluang pelonggaran kuantitatif akan menjadi katalis positif bagi Bitcoin. Hougan menambahkan bahwa “perdagangan penurunan nilai” tetap relevan meski terjadi tekanan likuidasi jangka pendek.

Walau demikian, keduanya menilai bahwa tidak menutup kemungkinan penurunan lebih lanjut sebelum pasar menemukan titik lantai yang kuat.

“Mungkinkah turun lagi? Sangat mungkin,” kata Hougan.

Meski begitu, ia menilai bahwa bagi investor berjangka panjang yang fokus pada 2026 dan tahun-tahun berikutnya, situasi ini masih menarik.

Editorial Team