Jakara, FORTUNE - UOB Kay Hian Sekuritas Indonesia menilai, 2026 akan menjadi momentum tepat bagi perusahaan untuk melakukan IPO (Initial Public Offering). Pandangan itu dilandasi sejumlah faktor pendorong: dari likuiditas pasar hingga ekspektasi penurunan suku bunga.
Head of Research UOB Kay Hian Sekuritas Indonesia, Willinoy Sitorus, mengatakan, prospek pertumbuhan ekonomi mulai membaik. Itu terefleksi pada likuiditas yang stabil dan pulihnya indeks manufaktur selama 4 bulan terakhir.
"Stimulus program juga tetap jalan. Memang dari sisi ekonomi dan likuiditas pasar saham itu juga oke. Beberapa minggu ini, dari sisi bonds [dana] keluar, tetapi ekuitas masuk," kata Willy saat ditemui di Bursa Efek Indonesia, dikutip Rabu (10/12).
Ditambah lagi, ada sentimen positif tambahan dari ekspektasi penurunan suku bunga The Fed.
Kendati demikian, pasar juga akan memperhatikan perkembangan penyesuaian regulasi di pasar modal. Khususnya, mengenai kebijakan free float.
Terbaru, Komisi XI DPR RI telah merestui usulan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) guna meningkatkan batas free float sebagai syarat continuous listing obligation menjadi 10-15 persen sesuai nilai kapitalisasi pasar. Saat ini, batasnya berada di level 7,5 persen. Free float sendiri mengacu pada persentase saham milik publik di pasar.
"Regulasi ini bagus untuk ke depannya, untuk IHSG tentunya juga supaya memberikan kesempatan para investor membeli saham, jadi free float-nya itu diperbesar," kata Willy.
Lebih lanjut, dari segi pasokan atau pencatatan saham, Mandiri Sekuritas menilai rencana itu tak akan menurunkan minat perusahaan untuk debut di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ia pun meyakini tambahan suplai saham itu akan diserap oleh pasar.
Direktur Utama Mandiri Sekuritas, Oki Ramadhana, mengatakan, "Kalau free float lebih tinggi, likuditasnya lebih besar. Kalau terlalu kecil, yang masuk juga susah."
