Analisis Top-Down vs Bottom-Up, Pilih yang Mana?

Intinya sih...
Analisis top-down dimulai dari gambaran besar ekonomi secara makro hingga sektor industri dan saham perusahaan tertentu.
Pendekatan bottom-up menitikberatkan pada performa perusahaan, seperti kualitas produk dan layanan, laporan keuangan, serta posisi dalam persaingan industri.
Pendekatan bottom-up ideal digunakan saat investor ingin fokus pada fundamental perusahaan, bukan kondisi ekonomi secara keseluruhan.
Dalam dunia investasi khususnya di pasar saham, dua pendekatan utama yang sering digunakan oleh investor untuk menganalisis dan memilih saham adalah analisa top-down dan bottom-up. Kedua metode ini memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing.
Cara analisis investor bisa jadi tidak sama. Ada yang cocok dengan analisis top-down, tapi ada juga yang lebih cocok dengan analisis bottom-up. Jadi, setiap investor punya analisis yang berbeda dalam melihat peluang investasi.
Lantas, manakah yang sebaiknya dipilih dari analisis top-down vs bottom-up? Cari tahu dalam ulasan berikut ini.
Pendekatan analisis top-down vs bottom-up
Pendekatan top-down dimulai dari gambaran besar ekonomi secara makro kemudian ke sektor ekonomi terkecil. Analisis menyempit ke sektor industri hingga pada akhirnya ke saham perusahaan tertentu.
Sebaliknya,, pendekatan bottom-up dimulai dari analisis perusahaan secara mendalam, biasanya dari sektor terkecil. Lalu, analisis diperluas ke kondisi sektor dan makroekonomi.
Pendekatan bottom-up menitikberatkan pada performa perusahaan, seperti kualitas produk dan layanan, laporan keuangan, hingga posisi dalam persaingan industri. Tujuannya untuk menemukan perusahaan yang mampu mencetak kinerja positif, bahkan ketika kondisi industri sedang tidak menguntungkan.
Oleh karena itu, investor bottom-up lebih fokus pada kekuatan internal perusahaan dibandingkan situasi ekonomi global atau nasional. Sebaliknya, pendekatan top-down mengawali analisis dari indikator-indikator makro seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, suku bunga, dan kebijakan pemerintah.
Investor dengan analisis top-down akan menyaring sektor-sektor yang diuntungkan, lalu mengerucut ke perusahaan-perusahaan dalam sektor tersebut.
Contoh penerapan analisis bottom-up
Bagi investor yang menggunakan pendekatan bottom-up, analisis mikroekonomi menjadi fondasi utama. Mereka akan menilai fundamental perusahaan dengan melihat indikator keuangan seperti return on asset (ROA), return on equity (ROE), earning per share (EPS), price to earning ratio (PER), dan price to book value (PBV).
Dari sisi teknikal, mereka juga memantau tren harga saham, pola akumulasi atau distribusi, dan pergerakan grafik. Tujuannya untuk mengidentifikasi saham yang undervalued atau memiliki potensi pertumbuhan jangka panjang, tanpa terlalu mengandalkan kondisi eksternal.
Dengan memahami kondisi internal perusahaan secara menyeluruh, investor dapat menemukan peluang tersembunyi yang mungkin diabaikan dalam pendekatan makro.
Kapan sebaiknya menggunakan analisis bottom-up?
Pendekatan bottom-up ideal digunakan saat investor ingin fokus pada fundamental perusahaan, bukan kondisi ekonomi secara keseluruhan. Ini berguna bagi mereka yang ingin berinvestasi jangka panjang dan mencari perusahaan yang tangguh terhadap fluktuasi eksternal.
Saham yang dianggap undervalued dapat menjadi peluang besar untuk memperoleh keuntungan saat nilai perusahaan kembali ke harga wajarnya.
Contoh penerapan analisis top-down
Analisis top-down digambarkan seperti seorang investor yang mengamati bahwa pemerintah sedang aktif mendorong pengembangan energi terbarukan. Berdasarkan pengamatan tersebut, ia menyimpulkan bahwa industri energi hijau memiliki prospek pertumbuhan yang menjanjikan.
Selanjutnya, ia menyaring dan memilih perusahaan-perusahaan di sektor energi terbarukan yang telah tercatat di pasar saham untuk menjadi target investasinya.
Kapan sebaiknya menggunakan analisis top-down?
Kebalikan dari waktu penerapan analisis bottom-up, analisis top-down lebih cocok digunakan saat investor ingin melihat atau memahami pengaruh makro. Sejauh mana pengaruh itu berdampak terhadap investasi.
Sebaiknya, gunakan analisis top-down ketika akan membuat keputusan strategis. Keputusan tersebut berdasarkan faktor makro tertentu, seperti tren pasar.
Demikian perbedaan analisis top-down vs bottom-up yang perlu Anda ketahui. Gunakan kedua pendekatan untuk memperhitungkan serta mengambil keputusan dalam investasi. Semoga artikel ini bermanfaat.