Secara kategori, capital gain juga bisa dibagi menjadi dua yakni jangka pendek dan jangka panjang.
Capital gain jangka pendek
Dalam perdagangan saham di pasar modal, capital gain jangka pendek bisa diperoleh karena harga saham sejumlah emiten sangat fluktuatif, bisa naik dan turun dalam waktu singkat karena sentimen tertentu. Dari sana para investor harian, atau yang kerap disebut dengan trader, mencari keuntungan.
Contohnya adalah saham PT Bank BRISyariah Tbk (BRIS) yang kini bersalin nama menjadi PT Bank Syariah Indonesia Tbk yang harganya sempat melonjak hingga 12,04 persen ke level Rp2.000 per lembar saham pada perdagangan sesi pertama pada 14 Desember 2020.
Lonjakan tersebut disebabkan sentimen pasar terhadap penunjukan BRIS sebagai entitas yang menerima penggabungan (surviving entity) atau merger bank syariah BUMN. Jika investor membeli 10 lot (1.000 lembar) saham di awal sesi perdagangan dengan harga Rp1.785 per lembar, lalu menjualnya di akhir sesi, capital gain yang dinikmati bisa mencapai Rp215 ribu hanya dalam beberapa jam.
Capital gain jangka panjang
Capital gain jangka panjang biasanya didapatkan investor atau pemilik saham yang menjual asetnya setelah menyimpannya lebih dari 36 bulan dan memperoleh keuntungan. Biasanya, instrumen investasi yang termasuk dalam kategori ini adalah obligasi, surat utang, dan reksa dana.
Khusus untuk instrumen investasi properti, dapat dikategorikan sebagai capital gain jangka panjang apabila keuntungannya didapat setelah aset tersebut dimiliki lebih dari dua tahun.
Dalam investasi properti, capital gain juga kerap dikenal dengan return of investment (RoI). Namun, sebenarnya RoI berbeda dengan capital gain. Ia merupakan persentase dari total laba, yang didapat dari capital gain dan income dari sewa, dibagi total investasi dan dikalikan 100 persen.
Misalnya, seorang investor membeli rumah seharga Rp400 juta di tahun ini. Kemudian unit rumah tersebut ia sewakan dengan harga Rp4 juta per bulan atau Rp48 juta per tahun, dan dibayar sekaligus dimuka selama dua tahun sehingga ia memperoleh uang sewa Rp84 juta.
Dua tahun kemudian, kawasan di sekitar rumahnya berkembang pesat sehingga harga properti miliknya naik menjadi Rp500 juta. Dengan demikian, ia mendapatkan keuntungan Rp184 juta (Rp84 juta+Rp100 juta), sementara RoI yang diperoleh adal 46 persen (Rp184 juta/Rp400 juta x 100%) selama dua tahun atau 23 persen per tahun.