Jakarta, FORTUNE - Emiten telekomunikasi, PT Indosat Tbk (ISAT) atau Indosat Ooredoo Hutchinson (IOH) membukukan kenaikan kinerja pendapatan dan EBITDA sepanjang tahun lalu. Meski begitu, laba bersih perseroan menyusut 4,6 persen seiring meningkatnya sejumlah komponen beban.
Mengutip laporan keuangan perusahaan, sepanjang 2023 perseroan membukukan pendapatan Rp51,22 triliun. Angka itu meningkat 9,6 persen dibandingkan tahun 2022. Layanan selular yang masih menjadi kontributor terbesar bisnis perseroan (85 persen) naik 8,7 persen secara tahunan utamanya disebabkan meningkatnya pendapatan data, jasa nilai tambah dan pendapatan interkoneksi meski diikuti turunnya pendapatan telepon.
Kontribusi berikutnya atau yang mencapai 12,6 persen berasal dari pendapatan MIDI. Segmen ini meningkat sebesar 13 persen yoy yang disebabkan oleh peningkatan pendapatan layanan IT, internet tetap dan pendapatan FTTH yang diimbangi dengan penurunan pendapatan Konektivitas Tetap. Adapun, 2 persen kontribusi sisanya berasal dari pendapatan telekomunikasi tetap. Segmen ini meningkat sebesar 28,4 persen secara tahunan disebabkan oleh kenaikan pendapatan telepon internasional.
Sejalan dengan naiknya pendapatan, beban perseroan juga naik 12,8 persen menjadi Rp40.801,1 miliar pada 2023. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh kenaikan beban penyusutan dan amortisasi, beban pemasaran dan penurunan pendapatan operasional lain-lain, yang diimbangi oleh penurunan beban penyelenggaraan jasa, beban karyawan serta beban umum dan administrasi.
"Sementara EBITDA sebesar Rp23,9 triliun meningkat sebesar 23 persen secara tahunan akibat kombinasi pertumbuhan pendapatan dan momentum optimalisasi biaya. Margin EBITDA tercatat sebesar 46,7 persen pada tahun lalu," kata manajemen dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (23/2).
Meski begitu, laba operasi perseroan turun tipis 1,5 persen menjadi Rp10,42 triliun dari yang sebelumnya Rp10,59 triliun. Perusahaan juga mencatat beban lain-lain bersih sebesar Rp4,49 triliun, naik 10,9 persen secara tahunan disebabkan oleh naiknya biaya keuangan pada liabilitas sewa, dan kerugian nilai tukar.
Hasilnya, kinerja laba bersih perseroan pun tergerus 10,9 persen menjadi Rp4,50 triliun terutama disebabkan oleh penurunan pendapatan operasional lain-lain satu-kali, peningkatan biaya penyusutan dan amortisasi, dan peningkatan biaya pemasaran yang diimbangi oleh peningkatan pendapatan, penurunan beban penyelenggaraan jasa, beban karyawan dan beban umum dan administrasi.