Jakarta, FORTUNE - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan rentetan aktivitas berindikasi fraud dalam keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk (INAF). Akibatnya, ada indikasi kerugian dan potensi kerugian sekitar Rp466,89 miliar.
Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaaan Semester (IHPS) II 2023, BPK melaporkan, pendapatan, biaya, dan investasi BUMN Indofarma dan anak usaha (PT IGM) tidak sesuai kriteria karena terdapat tumpukan masalah yang berindikasi kerugian, mencakup:
- Transaksi jual-beli fiktif di unit bisnis FMCG (Fast Moving Consumer Goods).
- Menempatkan dana deposito atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara (Kopnus).
- Menggadaikan deposito pada Bank Oke untuk kepentingan pihak lain.
- Melakukan pinjaman online (fintech).
- Menampung dana restitusi pajak pada rekening bank yang tidak dilaporkan di laporan keuangan dan digunakan untuk kepentingan di luar perusahaan.
- Mengeluarkan dana tanpa underlying transaction.
- Menggunakan kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi.
- Melakukan pembayaran kartu kredit/operasional pribadi.
- Melakukan windows dressing laporan keuangan perusahaan.
- Membayar asuransi purnajabatan dengan jumlah melebihi ketentuan.
"Permasalahan tersebut mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp278,42 miliar dan potensi kerugian Rp18,26 miliar atas beban pajak dari penjualan fiktif FMCG," jelas BPK dalam laporan IHPS Semester II 2023.
Itu baru temuan pertama. Yang kedua, BPK juga melaporkan, Indofarma dan PT IGM melaksanakan pengadaan alat kesehatan tanpa studi kelayakan. Bahkan melakukan penjualan tanpa analisis kemampuan keuangan konsumen. Sejumlah alat itu, antara lain: teleCTG, masker, PCR, rapid test, dan isolation transportation.
BPK menyebut, "Tindakan itu mengindikasikan kerugian senilai Rp16,35 miliar dan potensi kerugian Rp146,57 miliar, terdiri dari piutang macet Rp122,93 miliar dan persediaan yang tak dapat terjual Rp23,64 miliar.