Bitcoin Tembus Level Tertinggi US$40 Ribu Sejak Mei 2022

Jakarta, FORTUNE – Nilai mata uang kripto, Bitcoin, menembus level US$40.000 atau Rp618,54 juta (kurs Rp15.463,38 per dolar AS) untuk pertama kalinya sejak kejatuhannya di Mei 2022 sehingga menyebabkan kerugian aset digital ini mencapai US$2 triliun (Rp30,93 triliun).
Melansir laman Bloomberg.com, nilai yang tercatat pada Senin (4/12) pukul 10.33 waktu Singapura ini, melengkapi lonjakan nilai Bitcoin yang terjadi selama 2023 hingga 146 persen.
“Investor semakin yakin bahwa Federal Reserve telah selesai menaikkan suku bunga seiring dengan meredanya inflasi, sehingga mengalihkan fokus pada kemungkinan penurunan suku bunga pada tahun depan,” tulis Bloomberg dikutip, Senin (4/12).
Industri kripto juga sedang menunggu hasil permohonan dari perusahaan seperti BlackRock Inc. untuk memulai ETF (Exchange-Traded Fund) Bitcoin spot AS yang pertama. ETF adalah dana investasi yang diperdagangkan di bursa saham–mirip saham–untuk tidak berdagang Bitcoin secara langsung, melainkan melacak kontrak berjangka Bitcoin atau memiliki kunci pribadi yang berkaitan dengan kripto.
Tindakan keras
Analis pasar di IG Australia Pty Ltd, mengatakan bahwa pola grafik yang ditunjukkan oleh Bitcoin, mengarahkan nilainya bisa mencapai US$42.330 (Rp654,59 juta) pada level berikutnya.
“Bitcoin terus didukung oleh optimisme seputar persetujuan SEC (Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat) untuk ETF dan penurunan suku bunga Fed pada 2024,” katanya.
Menurut Bloomberg, hal ini tidak lepas dari tindakan keras dari pemerintah Amerika Serikat yang memenjarakan Sam Bankman-Fried, akibat penipuan di bursa Kripto FTX. Kondisi ini kemudian memunculkan optimimisme bahwa dorongan untuk mengekang praktik yang meragukan dan calon ETF menandakan industri kripto sudah semakin matang dengan potensi basis investor yang lebih luas.
Hal ini juga diungkapkan oleh salah satu pendiri Asia Crypto Alliance, Su Yen Chia, yang menyebutkan bahwa tindakan AS tersebut menanamkan kepercayaan di kalangan investor. “Meniru momentum dalam keuangan tradisional dengan memudarnya ekspektasi kenaikan suku bunga Fed,” ujarnya.