Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Bitcoin (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
Bitcoin (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Jakarta, FORTUNE - Harga Bitcoin kembali menanjak tajam hingga menembus US$118.000 atau sekitar Rp1,95 miliar (kurs Rp16.609/US$) setelah data tenaga kerja Amerika Serikat memperlihatkan pelemahan signifikan.

Laporan ketenagakerjaan ADP menunjukkan penurunan 32.000 pekerjaan sepanjang September, angka terendah sejak Maret 2023. Kondisi ini memperkuat keyakinan pasar bahwa The Federal Reserve akan menurunkan suku bunga pada Oktober.

Ekspektasi pemangkasan bunga memicu arus modal menuju aset lindung nilai seperti emas dan kripto. Berdasarkan data Polymarket, peluang The Fed mempertahankan suku bunga bulan depan hanya sekitar 6 persen. Sebaliknya, banyak analis memperkirakan pemangkasan 25 basis poin (bps) akan terjadi pada Oktober, dan kemungkinan berulang di Desember.

Kenaikan ini memperpanjang tren positif Bitcoin yang menutup kuartal ketiga 2025 dengan rekor tertinggi. BTC mengakhiri September dengan kenaikan hampir 5 persen di level sekitar US$114.000, berlawanan dengan pola historis yang biasanya melemah pada periode tersebut. Sejarah mencatat, ketika September ditutup di zona hijau, kuartal keempat umumnya diikuti reli besar dengan rata-rata penguatan lebih dari 50 persen, seperti terjadi pada 2015, 2016, 2023, dan 2024.

Optimisme investor juga didorong faktor musiman. Data Tokocrypto menunjukkan sejak 2015, Oktober rata-rata mencatat pertumbuhan 21,8 persen, sementara November sekitar 10,8 persen. Jika pola ini kembali terulang, Bitcoin berpotensi menembus US$150.000 atau sekitar Rp2,49 miliar sebelum pergantian tahun. Tren ini semakin kuat seiring derasnya dana institusional yang masuk dan partisipasi investor ritel yang terus meningkat, dua katalis yang kerap memicu lonjakan harga.

Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, mengungkapkan secara teknikal grafik harian BTC membentuk pola double bottom di sekitar US$113.000 (Rp1,87 miliar) dengan neckline di US$117.300 (Rp1,94 miliar). Jika terjadi konfirmasi breakout, target berikutnya berada di US$127.500 (Rp2,11 miliar).

“Data on-chain dari Glassnode menunjukkan BTC masih berada di bawah zona ‘panas’, dengan level resistensi kritis di US$122.000 (Rp2,02 miliar) dan US$138.000 (Rp2,29 miliar). Artinya, ruang reli masih terbuka sebelum potensi koreksi besar terjadi,” ujar Fyqieh, dalam keterangannya di Jakarta (2/10).

Ia menambahkan, pola segitiga simetris juga memberi proyeksi ke arah US$137.000 (Rp2,27 miliar), berdekatan dengan level Fibonacci extension di US$134.700 (Rp2,23 miliar).

Sentimen makro jadi penopang

Dari sisi makroekonomi, situasi global turut memperkuat reli kripto. Penutupan sebagian pemerintahan AS akibat kegagalan Kongres mengesahkan anggaran mendorong investor memburu aset safe haven. Harga emas pun menembus rekor baru di atas US$3.900 per ons, sementara Bitcoin ikut diuntungkan sebagai alternatif aset lindung nilai.

Perdagangan derivatif Bitcoin juga mengalami lonjakan signifikan. Data Coinglass mencatat volume transaksi berjangka BTC nyaris mencapai US$100 miliar dalam sehari, naik lebih dari 18 persen. Aktivitas institusi besar pun semakin terlihat. BlackRock, misalnya, memindahkan Bitcoin senilai lebih dari US$130 juta ke Coinbase—yang banyak ditafsirkan analis sebagai bagian dari strategi akumulasi untuk produk ETF mereka.

Pergerakan ini semakin mempertebal keyakinan bahwa dana institusional akan terus menopang reli Bitcoin di kuartal terakhir 2025. Sejak 2015, kuartal keempat dikenal sebagai periode paling bullish dengan rata-rata kenaikan hampir 58 persen, lebih tinggi dibanding kuartal lainnya.

Pertanyaannya kini: apakah 2025 akan mengulang sejarah tersebut? Menurut Fyqieh, kombinasi faktor teknikal, fundamental, dan historis membuat momentum Bitcoin sangat positif.

“Data tenaga kerja yang lemah memperbesar peluang pemangkasan suku bunga The Fed, dan itu menjadi katalis utama lonjakan harga Bitcoin. Selama BTC mampu bertahan di atas US$118.000, target ke US$122.000 hingga US$137.000 realistis dicapai dalam waktu dekat,” ujarnya.

Ia menegaskan, faktor musiman juga tidak bisa diabaikan. “Sejarah menunjukkan bahwa ketika September ditutup positif, kuartal keempat hampir selalu diikuti reli besar. Jika pola itu berulang, Bitcoin bisa mendekati US$150.000 sebelum akhir tahun, terutama dengan dukungan arus dana institusional,” katanya.

Dengan kombinasi kondisi makro yang mendukung, peluang pemangkasan bunga, faktor musiman yang menguntungkan, serta arus dana institusi yang mengalir deras, Bitcoin memasuki kuartal IV 2025 dengan posisi yang sangat solid. Level penting yang patut dicermati dalam jangka pendek adalah US$122.000 sebagai ujian pertama, lalu US$137.000 sebagai target berikutnya. Jika momentum tetap terjaga, jalan menuju US$150.000 di akhir tahun berpotensi terbuka lebar.

Editorial Team