MARKET

Mau NFT Hype dan Besar? Butuh Dukungan Kuat Komunitas

Ghozali Everyday bisa jadi contoh dukungan komunitas.

Mau NFT Hype dan Besar? Butuh Dukungan Kuat KomunitasTangkapan layar akun Instagram Karafuru NFT
11 February 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Iqbal Dewantara pasti senang berat semalam. Pengguna Twitter dengan akun @iqdewantara itu ketiban pulung dengan mendapat giveaway alias hadiah bernilai Rp175 juta dalam bentuk NFT—Karafuru NFT—dari komunitas platform Twitter bertajuk Third World Whales atawa Para Paus Dunia Ketiga. Padahal, pesaing Iqbal tidak sedikit. Hampir 3 ribu pengguna. Itu pun dalam rentang waktu perebutan yang pendek!

Para pengguna Twitter lain yang hadir dalam Twitter Spaces bertema “Ngobrol Abis-Abisan tentang NFT”, Kamis (10/2), boleh saja iri dengan Iqbal. Namun, mereka niscaya dapat sesuatu yang lain. Pengetahuan. Untuk hal yang kini sedang hype dan sulit dimengerti seperti NFT, pengetahuan, apalagi yang dibagikan oleh mereka yang makan asam-garam di berbagai platform, tentu saja jadi sangat berharga.

Seperti diungkap penyelenggara, bincang-bincang yang digelar Third World Whales (@thirdworldwhale), itu merupakan salah satu cara untuk membangun komunitas NFT di Indonesia lebih solid. Berisi sejumlah figur menonjol jagat NFT seperti Arnold Poernomo (@ArnoldPoernomo), Cipta Harun (@cipcity), @evantan, @sweettooth, @clerkclirk, @napoleon_TC, @gradyedbertnft, dan @gabilekongz, mereka tahu betul pentingnya peran komunitas dalam membangun, mengembangkan, dan melanggengkan proyek NFT tertentu. “NFT adalah proyek yang pendorongnya adalah komunitas,” kata Arnold, yang juga kesohor sebagai seorang celebrity chef.

Karena mengedepankan komunitas pula, Third World Whales mencibir pihak-pihak yang mengedepankan profit ketimbang dukungan dalam memperbincangkan hal-ihwal NFT. Acara mereka di Spaces itu, yang tidak dipungut bayaran, menyentil acara sama yang memasang tarif bagi para pesertanya pada hari dan jam sama. Dan yang membuatnya jadi epic: Third World Whales bahkan memberikan oleh-oleh cuma-cuma bagi peserta yang berhoki besar, seperti sudah disinggung di muka.

Pentingnya Komunitas

Untuk menebalkan betapa posisi komunitas dalam suatu proyek NFT begitu esensial, cerita tentang bagaimana 900-an swafoto Ghozali Everyday di platform OpenSea menjadi viral baru-baru ini layak diajukan.

Kisah bermula saat Evan Tan (@evantan) sedang berselancar rutin di lokapasar NFT terbesar dunia, OpenSea. Tiba-tiba, matanya bertumbukan dengan akun Ghozali Everyday. Evan lalu membatin: mengapa ada orang menaruh foto di OpenSea?

Demi melunasi penasaran, Evan mengeklik akun itu, dan dia pun bersirobok dengan 900-an swafoto Ghozali. Dia lantas membaca caption yang lantas jadi masyhur itu: I took pictures of myself every day for 5 years (2017 - 2021).

“Setelah lihat itu, langsung ngomong di WA, ‘guys, nih lihat deh, lucu-lucuan’,” kata Evan sembari menambahkan bahwa awalnya dia bilang itu sebatas guyonan.

Namun, seorang rekan komunitasnya, berakun Twitter @JeJouw, menanggapi. Dia menyarankan untuk membeli swafoto Ghozali Everyday tanpa baju. “Itu lumayan langka,” kata Evan. “Mereka mulai beli, ketawa-ketawa. ‘Eh, gue beli Ghozali yang enggak pakai baju”. Akhirnya kita semua beli Ghozali yang enggak pakai baju”.

Peristiwa jadi besar karena kabar mulai diembuskan ke grup lain, yang anggotanya juga ikut membeli. “Pertama gue enggak mau beli,” kata @JeJouw di acara Twitter Spaces yang sama. “Lalu, Mario (rekannya) bilang, ‘c’mmon, man, lo mesti donasi’. Saya mulai beli. Per (foto) US$3. Akhirnya beli 10 biji”.

Selain pengakuan itu, @sweettootth pun membagikan ceritanya, yang akan dikutip penuh di sini demi menghidupkan konteks:

Saya baru pulang dari gym, lalu masuk Twitter. Saya mulai chat pribadi dengan teman-teman dari berbagai negara. Kami saling sapa karena Evan baru saja menunjukkan Ghozali. Saya lalu memasangnya di Twitter. Chef (Arnold) bilang, ‘jangan’. Tapi saya bilang, orang harus tahu. Bukan proyek bagus, tapi cukup genius. Karena dia ambil selfies selama lima tahun.  

Saya tunjukkan ke teman-teman saya. Mereka suka. Kami beli sekitar 100-an. Lalu, kami mulai nge-Tweet tentangnya. Lalu jadi meme. Saya kira NFT secara umum lagi bikin jemu waktu itu. Orang-orang butuh hiburan. Mereka akhirnya beli Ghozali. Anak itu akhirnya jadi miliarder. Itu cerita terbaik tahun ini.

Saya tidak berupaya meyakinkan (teman-teman dari mancanegara) itu. Saya naikkan (Ghozali) di Twitter sebagai shitpost. Arnold bilang, ‘jangan sampai ditunjukkin’. Saya bilang, ‘bodo amat’.

Meluruskan mindset

Karya NFT tidak hanya dapat tercipta dari upaya semalam. Suatu karya adalah perwujudan dari ratusan atau bahkan ribuan jam kerja keras tak kasat mata.

“Saya bertemu banyak teman baik karena NFT. Saya bisa ngobrol sama Arnold saat baru bangun tidur, dan sebelum pergi tidur. Tapi, itulah indahnya NFT. Itu justru konsepnya,” kata @sweettooth yang juga menyinggung bahwa itu semacam persiapan ke metaverse. “Meski masing-masing dari kami secara fisik tidak saling lihat, tapi kami mulai hidup selayaknya sedang ada di metaverse.”

Ketika para pelaku NFT telah memahami konsep pokok yang harus diterjemahkannya itu, maka perburuan untung dari NFT hanya merupakan efek, bukan tujuan.

“Itu kuncinya. Bukan perkara beli gambar dan jadi kaya, tapi lebih ke memahami masa depan metaverse, dan berinvestasi padanya,” katanya.

Cipta Harun, cucu pengusaha properti legendaris, Ciputra, dalam Twitter Spaces sama, sekata dengan @sweettooth tentang pelurusan cara pandang itu. Menurutnya, bagi seseorang untuk terjun ke NFT, ia mesti punya “mindset bener, enggak bisa mikirnya cuan doang.”

Related Topics