Jakarta, FORTUNE - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dirpoyeksikan melanjutkan koreksinya pada Rabu (15/10), setelah ditutup turun 1,95 persen ke level 8.066.
Technical Analyst BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS), Reza Diofanda, mengatakan, secara teknikal, indeks berpotensi menguji support psikologis di area 8.000.
"Koreksi ini dipicu oleh aksi ambil untung investor serta rotasi portofolio menuju aset safe haven, seiring ketidakpastian yang meningkat akibat ketegangan perdagangan antara Tiongkok dan Amerika Serikat yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda," jelas Reza dalam riset hariannya.
Di sisi lain, sektor komoditas seperti emas dan CPO mulai menarik perhatian pelaku pasar, didukung oleh kenaikan harga global serta kebijakan B50 dari pemerintah.
BRIDS memprediksi IHSG hari ini bergerak di antara support 8.066 dan resisten 8.270. Daftar saham pilihannya, mencakup: ARCI, MDKA, dan SOLA.
Sejalan dengan BRIDS, Phintraco Sekuritas memprediksi IHSG melemah dan menguji level 7.950 hingga 8.000. Secara teknikal, indikator Stochastic RSI dan MACD mengalami death cross disertai dengan kenaikan volume jual. IHSG juga ditutup di bawah level MA5 dan MA20.
Saham-saham pilihan tim Phintraco hari ini, mencakup: ASSA, NCKL, INDY, MEDC, dan ULTJ.
Secara sentimen, dari pasar global, mayoritas indeks di bursa Asia ditutup melemah. Tiongkok menjatuhkan sanksi kepada lima anak usaha Hanwha Ocean yang terkait dengan Amerika Serikat (AS), perusahaan pembuat kapal Korea Selatan, karena dugaan keterlibatan dalam penyelidikan terhadap industri pelayaran Tiongkok.
Tiongkok juga melarang organisasi dan individu Tiongkok untuk melakukan bisnis dengan perusahaan yang terkena sanksi. Hal ini dikhawatirkan akan meningkatkan ketegangan Tiongkok-AS.
Bagaimana dengan sentimen domestik? Defisit APBN hingga September 2025 sebesar 1,56 persen dari PDB atau setara Rp371,5 triliun, melebar dari Agustus 2025 yang sebesar 1,35 persen dari PDB.
"Namun defisit itu masih lebih rendah dibandingkan dengan target defisit APBN 2025 yang sebesar 2,78 persen," jelas tim Phintraco Sekuritas.
Pendapatan negara mencapai Rp1.863,3 triliun atau 65 persen dari target, lebih rendah dari periode sama tahun lalu Rp2.000,6 triliun. Sementara itu, realisasi belanja mencapai Rp2.234,8 triliun, atau 63,4 perseh dari target 2025.
Keseimbangan primer sebesar Rp18,0 triliun, yang artinya pendapatan negara cukup membiayai belanja di luar pembayaran bunga utang. Investor akan mencermati data foreign direct investment kuartal-III 2025 (15/10), yang diperkirakan turun 6% setelah di kuartal-II 2025 turun 7 persen.