Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia (BI) bakal menghadapi dilema dalam menentukan kebijakan suku bunga acuan pada dua bulan terakhir tahun 2024 untuk menurunkan atau mempertahankan suku bunga acuan 6,00 persen.
Bagai buah simalakama, BI ingin menurunkan suku bunga acuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik yang menghadapi tekanan dari pelemahan daya beli hingga mengikuti tren suku bunga global.
"Namun demikian, penurunan suku bunga dapat memicu keluarnya modal asing, mengingat kondisi global yang bergejolak dan tren dolar AS yang kuat," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada Fortune Indonesia, (5/11).
Apalagi, Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (Fed) diprediksi masih akan memangkas bunga acuan 25 basis poin (bps) untuk mengantisipasi Pilpres pada pekan depan.
Seperti diketahui, pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada bulan Oktober 2024, bank sentral RI ini mempertahankan suku bunga acuan di level 6,00 persen setelah sebelumnya melakukan penurunan sebesar 25 bps pada bulan September.
Josua menyatakan, BI memilih untuk berhati-hati dalam kebijakan moneter, terutama mempertimbangkan risiko geopolitik yang meningkat, naiknya imbal hasil obligasi AS, dan penguatan dolar AS.
"Fokus utama BI adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, meskipun dukungan terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi juga tetap menjadi prioritas," kata Josua.