Jakarta, FORTUNE - Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, mengatakan pemerintah telah mengantongi pajak kripto hingga Rp112 miliar hingga akhir Januari 2024.
Dari jumlah tersebut, lebih dari Rp52 miliar berasal dari pajak penghasilan (PPh) pasal 22, kemudian sekitar Rp59 miliar dari pajak pertambahan nilai (PPn) atas transaksi kripto.
Dalam konferensi pers APBN KiTA hari ini (26/4), Suryo juga menyatakan akan meninjau kembali besaran tarif pajak yang dikenakan untuk transaksi kripto di bursa dalam negeri. Pasalnya, terdapat usulan agar pajak transaksi kripto dipangkas untuk memberi rangsangan positif bagi pasar.
Pengenaan pajak atas transaksi kripto telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.68/2022. Kemudian, tarif PPN yang dikenakan untuk tiap transaksi adalah 0,11 persen, sementara untuk PPh 22 sebesar 0,1 persen.
"Sudah rendah, hampir sama seperti pajak transaksi saham di bursa. Dan waktu penetapannya pun kami sudah berdiskusi [dengan bursa]," kata Suryo.
Dia mengatakan ada pelaku industri yang juga mendorong revisi pajak tersebut, dan pihaknya akan melakukan preview lagi apakah betul pajak dengan besaran itu yang telah memberikan dampak terhadap transaksi kripto, atau ada penyebab lain.