Di luar akuisisi tambang bauksit dan smelter, Indika memang berambisi melebarkan sayap ke bisnis non-batu bara. Pada 2050, perseroan membidik mewujudkan karbon netral, serta mengantongi 50 persen pendapatan bisnis non-batu bara per 2025. Per kuartal pertama 2022, Indika Energy beroleh pendapatan dari batu bara sebesar 88 persen.
“Batu bara memang masih jadi sumber energi melimpah di Indonesia dan relatif terjangkau. Tapi, dalam jangka panjang, batu bara akan habis dan diganti dengan sumber energi terbarukan lebih ramah lingkungan,” jelas Presiden Direktur INDY, Arsjad Rasjid kepada Fortune Indonesia pada Juli lalu.
Guna mewujudkan itu, ada tiga strategi yang akan dijalankan. Investasi ke bisnis di luar batu bara jadi cara pertama. Sebut saja dengan berbisnis kendaraan listrik dan solusi berbasis alam. Kedua, dekarbonisasi operasional. Terakhir, divestasi bidang tinggi karbon dan menurunkan eksposur bisnis batu bara. Misal, saat perseroan melepas semua saham di PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk atau menjual seluruh saham di PT Petrosea Tbk.
Di bisnis energi baru terbarukan (EBT), Indika mulai bekerja sama dengan penyedia panel surya dari India, Fourth Partner Energy mulai 2021 guna membangun Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS). Lebih lanjut, perseroan juga akan menginstal panel solar berkapasitas 500 MW pada 2025 yang akan membidik konsumen PLN, komersial, dan industri. Per Juli, EMITS meraih kontrak 40 MW.
Tak hanya itu, pada 2021, Indika pun mendirikan PT Electra Mobilitas Indonesia (EMI), yang bergelut di bisnis hulu ke hilir ekosistem kendaraan listrik, meliputi battery exchange, baterai listrik, dan swap station. Ada pula Ilectra Motor Group, induk bisnis motor listrik INDY yang berdiri berkat kongsi perseroan dengan Alpha JWC Ventures dan Horizons Ventures.
Di sektor kehutanan, perseroan pun menanamkan modal lewat Indika Multi Properti, lalu mengakuisisi empat konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) 160.000 hektare di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Tak lupa, perseroan juga melirik bidang tambang emas melalui investasi di proyek Awak Mas, Sulawesi Selatan. Proyek yang diharap beroperasi pada penghujung 2024 itu berpotensi mencadangkan 1,5 juta ons emas dan 2,4 juta ons sumber daya emas.
Perseroan juga mendirikan Interport Mandiri Utama, perusahaan di sektor solusi logistik multi-industri.