Jakarta, FORTUNE - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menetapkan kuota emisi gas rumah kaca untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam rangka uji coba perdagangan karbon di Indonesia.
Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Wanhar mengatakan, saat ini pihaknya masih menginventarisasi pembangkit mana saja yang akan disasar dalam uji coba mekanisme cap and trade tersebut.
Jika PLTU yang ditetapkan menghasilkan emisi melebihi kuota yang ditentukan, maka mereka diharuskan melakukan offset dengan membeli kuota yang tidak terpakai PLTU lain atau membeli kredit karbon di bursa berjangka.
"Akan ada potensi insentif yang diterima PLTU yang (emisi) pembangkitnya di bawah cap," ujarnya dalam diskusi Indonesia Carbon Forum secara daring, Rabu (1/12).
Selain itu, kementerian juga tengah mengkaji besaran kuota emisi untuk masing-masing PLTU tersebut. Rencananya, pengelompokan akan didasarkan pada kapasitas pembangkit masing-masing.
Saat ini, kata Wanhar, pemerintah mengelompokkan PLTU berdasarkan kapasitas di atas 100 Megawatt (MW) serta teknologi yang digunakan. Misalnya, PLTU dengan kapasitas di atas 400 MW ditetapkan cap sebesar 0,918 ton per megawatt hour (MWh). PLTU dengan kapasitas 100–400 MW dikenakan nilai batasan emisi 1,013 ton CO2 per MWh. Terakhir, PLTU Mulut Tambang 100–400 MW dengan nilai cap mencapai 1,94 ton CO2 per MWh.
Selain itu, ada pula kemungkinan perluasan kelompok untuk PLTU berkapasitas di bawah 100 MW serta 400 MW hingga 1.000 MW.
"Kami akan diskusikan apakah nanti akan dibentuk lagi grup keempat cap untuk PLTU di bawah 100 MW, di mana selain milik pelaku usaha pembangkit listrik, ada juga pembangkit-pembangkit yang dioperasikan industri, seperti industri semen, kertas, atau industri lain yang menggunakan PLTU batu bara ini," jelasnya.