Jakarta, FORTUNE -Harga minyak mentah global mengalami penurunan tajam pada akhir tahun. Ini terjadi diabatkan oleh adanya kelebihan pasokan, ditambah situasi geopolitik global yang belum menunjukkan perbaikan.
Berdasarkan Trading Economics, pada (31/12) pukul 15:14 minyak mentah berjangka WTI berfluktuasi di sekitar US$57,9 per barel. Harga tersebut menuju level penurunan tahunan paling tajam sejak 2020. Tidak jauh berbeda, minyak brent juga diperdagangkan US$61,3 per barel pada hari ini.
Kedua jenis harga minyak acuan tersebut masing-masing mencatatkan penurunan lebih dari satu persen sepanjang Desember 2025. Sementara sepanjang tahun ini minyak mentah WTI terjun bebas hingga 20 persen, dan brent merosot hampir 18 persen secara year to date (ytd).
"Prospek surplus besar di tengah peningkatan produksi dari produsen OPEC+ dan non-OPEC, bersamaan dengan pertumbuhan permintaan yang lesu, secara bertahap mendorong harga turun pada tahun 2025," demikian menurut laporan dikutip dari Trading Economics, Rabu (31/12).
Sebenarya pada awal tahun, menurut laporan Reuters, harga minyak sempat dalam tren penguatan karena pemberlakuan sanksi yang lebih keras terhadap Rusia, sehingga mengganggu pasokan ke pembeli utama, yaitu Cina dan India.
Konflik di Ukraina semakin intensif ketika drone Ukraina merusak infrastruktur energi Rusia dan mengganggu ekspor minyak Kazakhsta. Selain itu, konflik Iran-Israel selama 12 hari pada bulan Juni mengancam pelayaran di Selat Hormuz yang merulakan jalur pelayaran minyak utama kian memperburuk kekhawatiran hingga sempat mendorong kenaikan harga minyak.
Namun, produksi OPEC+ meningkat, dengan total sekitar 2,9 juta barel per hari dilepas ke pasar sepanjang tahun mampu menekn harga.
"Kekhawatiran tentang dampak tarif AS terhadap pertumbuhan ekonomi dan permintaan bahan bakar global turut berkontribusi pada penurunan harga minyak," demikian menuurt laporan Reuters, dikutip Rabu (31/12).
OPEC+ berencana menghentikan sementara peningkatan produksi di kuartal pertama 2026, namun banyak analis memperkirakan pasokan akan tetap melebihi permintaan tahun depan. Beberapa analis memperkirakan kelebihan pasokan itu antara sekitar 2 hingga 3,84 juta barel per hari.
