Jakarta, FORTUNE - Harga minyak yang terus menerus tertekan turut berdampak ke kinerja perusahaan sektor minyak dan gas (migas). Berdasarkan Reuters, pukul 16:07 WIB, minyak mentah WTI diperdagangkan di level US$65,4 per barel. Sepanjang tahun berjalan harga minyak anjlok 17 persen.
Sementara minyak Brent diperdagangkan di level US$67,25 per barel, turun 1,23 persen dalam sepekan terakhir. Pelemahan harga ini disebabkan adanya kelebihan pasokan, yang mana OPEC+ mengerek produksi 411.00 barel per hari mulai Juli 2025.
Analis yang juga Founder Stocknow.id, Hendra Wardana mengatakan di tengah tekanan harga minyak global yang masih berlanjut, prospek emiten sektor minyak di Indonesia menghadapi tantangan terutama dalam hal ekspor.
"Penurunan harga minyak dunia ke bawah US$80 per barel telah memukul profitabilitas perusahaan hulu secara global, seperti terlihat dari langkah efisiensi Petronas yang melakukan PHK massal," kata dia kepada Fortune Indonesia, Selasa (10/6).
Kendati demikian, Indonesia masih menyimpan peluang menarik, karena di sektor domestik kebijakan energi yang masih memprioritaskan bahan bakar fosil. Arah kebijakan pemerintahan baru yang tetap mengandalkan energi fosil sebagai tulang punggung industrialisasi dan hilirisasi menjadi katalis penting yang menopang sektor energi, termasuk subsektor minyak.
Selain itu ketahanan sektor ini diperkuat dengan adanya penguatan permintaan domestik BBM, serta konsumsi rumah tangga, aktivitas industri, serta mobilitas masyarakat yang terus meningkat.
Meski begitu, ia berharap kepada kebijakan OPEC+ sebagai katalis dalam mendorong pemulihan harga minyak global.