Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Ilustrasi kilang minyak (riau.go.id)
Ilustrasi kilang minyak (riau.go.id)

Intinya sih...

  • Harga minyak dunia naik hingga 2% dan mencapai level tertinggi dalam seminggu terakhir.

  • Peningkatan harga disebabkan oleh sinyal pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve, serta antisipasi pertemuan Trump dan Putin.

  • Analisis menilai prospek pemangkasan suku bunga masih jauh dari kepastian, dengan proyeksi harga minyak global hingga akhir tahun turun ke US$55 per barel.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Harga minyak dunia melonjak hingga dua persen hingga menyentuh level tertinggi dalam sepeka terakhir. Peningkatan tersebut disebabkan oleh menguatnya sinyal pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve pada bulan depan dan respons pasar menjelang pertemuan Trump dan Putin.

Reuters mencatat minyak mentah Brent naik 1,8 persen menyentuh US$66,84 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik US$1,31 atau 2,1 persen ke level US$63,96 per barel.

Analis komoditas dan mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong, mengatakan pemangkasan suku bunga menjadi sentimen kuat untuk mendukung harga minyak.

Sementara itu, Reuters mengabarkan bahwa sebagian besar pedagang yakin pemangkasan suku bunga akan terjadi bulan depan setelah harga konsumen AS meningkat dengan laju moderat pada bulan Juli. Indeks harga konsumen naik 0,2 persen bulan lalu, sementara secara tahunan hanya naik 2,7 persen, di bawah perkiraan konsensus.

Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan, pemotongan agresif setengah poin persentase mungkin dilakukan mengingat angka ketenagakerjaan yang lemah akhir-akhir ini.

Meski begitu, Lukman menilai prospek pemangkasan suku bunga masih jauh dari kepastian—mengacu pada harapan untuk pemangkasan 3x 25bps hingga akhir tahun.

"Powell diharapkan memberi gambaran akan prospek suku bunga pada Simposium Jackson Hole akhir pekan depan," ujarnya kepada Fortune Indonesia, Jumat (15/8).

Di sisi lain, penguatan harga minyak juga ditopang kabar pertemuan Trump dan Putin. Sebelumnya Trump menyatakan optimistis bahwa Putin siap membuat kesepakatan mengakhiri perang di Ukraina. Trump pun mengancam akan memberikan konsekuensi berat jika Putin menolak menghentikan perang di Ukraina, termasuk potensi sanksi ekonomi baru.

Seperti diketahui, Rusia merupakan produsen minyak mentah terbesar kedua pada 2024 setelah AS. Perjanjian apa pun yang dapat meringankan sanksi terhadap Moskow kemungkinan akan meningkatkan jumlah minyak Rusia yang tersedia untuk diekspor ke pasar global.

Kendati demikian, sentimen tersebut juga perlu diantisipasi. "Rebound ini juga spekulatif, mengantisipasi pertemuan Trump dan Putin yang pada umumnya diperkirakan tidak akan menghasilkan sesuatu yang konkrit," ujar Lukman.

Lukman pun menilai bahwa fundamental minyak sebenarnya masih ckup lemah, apalagi konsumsi terhadap minyak di musim panas tidak sekencang sebelumnya. Mengantisipasi hal itu, menurutnya proyeksi harga minyak global hingga akhir tahun masih akan turun ke US$55 per barel.

Editorial Team

EditorEkarina .