Jakarta, FORTUNE - HSBC Global Research menyebut Indonesia berpeluang menghadapi perbaikan ekonomi Indonesia didorong oleh sektor informal.
Pranjul Bhandari, Chief Indonesia and India Economist, HSBC Global Research, menjelaskan penurunan inflasi yang cukup signifikan menjadi acuan pertumbuhan. Sebab, inflasi yang rendah mendorog peningkatan daya beli, terutama bagi konsumen massal dan konsumen yang sensitif terhadap harga.
Selain itu, produksi pertanian yang solid berkat cuaca yang menguntungkan, transisi dari El Nino ke La Nina, serta peningkatan belanja sosial pemerintah turut menopang daya beli dan pendapatan di sektor ini.
"Sektor informal terdiri dari orang-orang yang terkait dengan aktivitas pertanian atau bekerja di perusahaan kecil, bahkan perusahaan yang tidak terfdaftar. Mereka menyumbang sekitar 60 persen tenaga kerja dan 55 persen dari konsumsi," ujarnya dalam HSBC - Indonesia Economy Outlook H2-2025 secara virtual pada Jumat, (8/8).
Sedangkan sektor formal terdiri dari pekerja di perusahaan-perusahaan terdaftar, menyumbang 40 persen tenaga kerja dan sekitar 45 persen konsumsi nasional. Meskipun, saat ini sektor ini menunjukkan kinerja yang relatif stagnan.
Data konsumsi juga memperkuat tren ini. Penjualan mobil, peralatan rumah tangga, dan impor barang tahan lama tercatat lemah. Sebaliknya, belanja untuk kebutuhan pokok seperti makanan, minuman, pakaian, dan energi menunjukkan peningkatan, menandakan penguatan ekonomi dari sisi akar rumput.
Hal ini tercermin dalam pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal II-2025 yang mencapai 5,1 persen, lebih tinggi dibanding 4,9 persen pada kuartal sebelumnya. Capaian ini merupakan yang tertinggi dalam dua tahun terakhir. Sedangka, konsumsi domestik tetap kuat dengan pertumbuhan sekitar 5 persen, dan investasi mencapai 6,99 persen, terdorong oleh belanja modal pemerintah yang tinggi pada periode tersebut.