Jakarta, FORTUNE - Badan Energi Internasional memangkas proyeksi surplus minyak global di tahun depan, seiring perkiraan permintaan yang menguat di tengah pemulihan ekonomi dunia serta penurunan pasokan dari negara-negara yang terdampak sanksi.
Dilansir dari Reuters, laporan bulanan IEA memproyeksikan pasokan minyak akan melampaui permintaan yakni sekitar 3,84 juta barel per hari, lebih rendah dibandingkan estimasi bulan lalu yang sebesar 4,09 juta barel per hari.
Menurut lembaga ini, pertumbuhan permintaan pada 2025 hampir seluruhnya berasal dari negara-negara non- Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), yang lebih bergantung pada kondisi makroekonomi.
"Penurunan harga minyak dan nilai tukar dolar AS yang lebih rendah, yang saat ini berada di dekat level terendah empat tahun, bertindak sebagai pendorong lebih lanjut bagi permintaan minyak tahun depan," demikian dikutip dari Reuters, Jumat (12/12).
Di sisi lain, diproyeksi permintaan minyak bakal melonjak didukung dengan pembatasan ekspor dari negara-negara yang terkena sanksi seperti Rusia dan Venezuela. Sementara IEA mencatat pasokan minyak global turun sebesar 610.000 barel per hari dibandingkan bulan sebelumnya pada bulan November.
Sehingga, meskipun surplusnya lebih kecil, secara volume akan tetap besar, yang berarti pasokan masih akan jauh melampaui kebutuhan.
IEA juga mencatat adanya dinamika pasar yang kompleks, di mana stok minyak mentah tetap besar sementara distribusi produk bahan bakar menghadapi kendala karena kapasitas kilang yang terbatas. Hal ini mencerminkan ketidakseimbangan yang masih berlanjut di pasar energi global.
Hingga hari ini, pukul 12:21 WIB, minyak WRI diperdagangkan pada level US$58,13 per barel. Dalam sepekan, Harga tersebut sudah turun tiga persen. Sementara minyak brent, berada di level US$61,78 per barel, turun tiga persen dalam seminggu terakhir.
