IHSG Diprediksi Melaju di 6.300-6.700 di Q1, Mengapa Demikian?

Jakarta, FORTUNE - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksi kesulitan kembali ke level 7.000-an dalam waktu dekat. Mengapa demikian?
Menurut Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia (MASI), Rully Arya Wisnubroto, itu karena sentimen ekonomi global (khususnya perkiraan perlambatan ekonomi Amerika Serikat) dan minimnya sentimen positif dalam negeri.
Alhasil, ia memproyeksikan IHSG hanya dapat bergerak di kisaran 6.300 sampai dengan 6.700-an setidaknya selama kuartal I 2025. Harapannya, indeks acuan saham itu tak kembali ke titik terendah di rentang 6.200 sampai dengan 6.300-an.
"Untuk mencapai 7.000 bukan berarti tidak mungkin, tapi probabilitasnya masih agak rendah," ujar Rully kepada media di acara Media Day: March 2025, dikutip Kamis (13/3).
Namun demikian, pada semester I 2025, IHSG diprediksi dapat menyentuh kisaran 6.500 sampai dengan 7.000. Dengan catatan, jika Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan tingkat suku bunga acuan (BI rate) pada Maret 2025 menjelang lebaran. Sebab, saat ini para pelaku pasar dinilai menantikan kebijakan yang pro-pasar, seperti langkah tersebut.
Itu berkaca dari yang terjadi pada Januari, saat BI memutuskan memangkas suku bunga acuan. Hal tersebut menjadi salah satu pendorong rebound IHSG. "Bahkan bisa mendorong arus modal asing kembali," kata Rully.
Adapun, ia menambahkan, saat ini ruang penurunan suku bunga BI masih didukung kondisi fundamental seperti posisi cadangan devisa yang masih banyak dan inflasi yang terkendali. Dus, Maret dinilai sebagai waktu yang tepat bagi BI melakukan itu walaupun secara historis jarang terjadi karena berkaitan dengan repatriasi dividen.
Mengapa demikian? Rully berujar, "[Itu] saat kebutuhan dolar AS meningkat di tengah musim dividen bursa."
Katalis di luar penurunan suku bunga BI
Kebijakan lain yang sudah dikeluarkan pemerintah dan masih mendukung kondisi makroekonomi dalam negeri adalah perpanjangan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di mana valuta asing hasil ekspor harus ditempatkan di dalam negeri dalam setahun ke depan. Kebijakan tersebut dinilai cukup menjaga nilai tukar rupiah di tengah tekanan dolar AS.
Posisi nilai tukar rupiah dalam 30 hari terakhir berada di kisaran IDR 16.300. Rupiah tercatat pertama kali menembus level Rp16.000 pada Desember tahun lalu.
Kebijakan lain yang sudah dieksekusi pemerintah adalah insentif tarif listrik sebesar 50 persen pada Januari dan Februari serta insentif harga tarif pesawat ekonomi di musim mudik menjelang lebaran.
Salah satu kebijakan yang ditunggu pelaku pasar dari pemerintah adalah kebijakan yang lebih pro pasar. Salah satu bentuk kebijakan pro pasar adalah kebijakan pemerintah yang dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia, ketika berkecamuknya Perang Dagang 2 yang dikumandangkan Presiden AS Donald Trump di awal tahun ini.