Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Ilustrasi Pajak Karbon. (ShutterStock/DesignRage)

Jakarta, FORTUNE – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI telah menetapkan pajak karbon Pada 7 Oktober 2021 melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menyatakan, sederetan kebijakan fiskal digunakan sebagai instrumen pengendali perubahan iklim. 

"Indonesia menjadi penggerak pertama pajak karbon di dunia terutama dari negara kekuatan ekonomi baru (emerging). Ini bukti konsistensi komitmen Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan ekonomi yang kuat, berkeadilan, dan berkelanjutan”, kata Febrio Kacaribu melalui keterangan resminya di Jakarta (13/10). 

Tak hanya itu, untuk memperkuat instrumen kebijakan pengendalian dampak perubahan iklim, Pemerintah juga menetapkan kebijakan nilai ekonomi karbon (carbon pricing) yang didalamnya termasuk implementasi pajak karbon. 

Dengan memperkenalkan pajak karbon dalam UU HPP, Indonesia telah menjadi salah satu dari sedikit negara, bahkan yang terbesar di negara berkembang, yang akan mengimplementasikannya lebih dahulu. 

“Bahkan implementasi pajak karbon ini menjadikan Indonesia sejajar dengan negara-negara maju yang telah melaksanakan kebijakan pajak karbon ini, diantaranya Inggris, Jepang dan Singapura”, lanjut Febrio.

Pajak karbon tahap awal mulai 1 April 2022

Untuk tahap awal, sejak 1 April tahun 2022 pajak karbon akan diterapkan pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara dengan menggunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax). 

Tarif Rp30,00 (tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan, sejalan dengan pengembangan pasar karbon yang sudah mulai berjalan di sektor PLTU batubara. Pemerintah sangat memahami pentingnya transisi hijau tersebut, sehingga dalam mekanisme pengenaannya, wajib pajak dapat memanfaatkan sertifikat karbon yang telah dibelinya di pasar karbon sebagai pengurang kewajiban pajak karbonnya. 

Penerapan pajak karbon dan pengembangan pasar karbon merupakan milestones penting menuju perekonomian Indonesia yang berkelanjutan, serta menjadi bukti keseriusan Indonesia dalam agenda pengendalian perubahan iklim di tingkat global. Momentum ini menjadi kesempatan berharga bagi Indonesia untuk mendapatkan manfaat penggerak pertama (first-mover advantage). 

“Indonesia menjadi penentu arah kebijakan global, bukan pengikut, dalam melakukan transisi menuju pembangunan yang berkelanjutan. Indonesia akan menjadi acuan dan tujuan investasi rendah karbon, di berbagai sektor pembangunan baik di sektor energi, transportasi, maupun industri manufaktur”, tutur Febrio. 

Belanja APBN untuk perubahan iklim sekitar 4,1%

Editorial Team