Jakarta, FORTUNE - Di tengah COVID-19, 2020 justru menjadi tahun keemasan bagi perdagangan komoditas negara ini. Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) mencatatkan volume transaksi 9,02 juta, rekor tertinggi sepanjang sejarah berdiri. Namun, dua dekade hadir, bursa komoditas yang juga dikenal sebagai Jakarta Futures Exchange (JFX) ini belum berdaulat sebagai penentu harga.
“Tahun lalu pokoknya menjadi tahun yang terindah,” ujar Direktur Utama Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau JFX, Stephanus Paulus Lumintang kepada Fortune Indonesia pada awal September lalu.
Di mata pria lulusan Universitas Klabat Manado itu, pergerakan harga komoditas pada 2020 terbilang cemerlang—khususnya di pertengahan tahun. “Apa pun komoditasnya, yang kontrak kami perdagangkan. Apabila terjadi fluktuasi harga, di situlah ada kesempatan untuk mengambil keuntungan,” ujarnya.
Ia menyebut, nilai volume transaksi perdagangan berjangka komoditi pada 2020 melonjak 328,32 persen untuk kontrak multilateral dan 39,89 persen untuk kontrak SPA (Share Purchase Agreement). Masing-masing setara Rp1.088,50 triliun dan Rp17.319,90 triliun.
Melihat kinerja cantik itu, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) akhirnya mengamanahkan BBJ untuk meraih volume transaksi 11,1 juta lot pada 2021. Sanggupkah bursa itu mewujudkan target tersebut?