Inflasi Amerika Serikat Melonjak, Bagaimana Dampaknya Ke Harga Bitcoin

Jakarta, FORTUNE – Tingkat inflasi Amerika Serikat (AS) yang menukik dinilai akan menjadi faktor yang menentukan pergerakan harga Bitcoin. Aset kripto ini termasuk rentan terhadap kebijakan yang merespons indeks harga konsumen tersebut, seperti suku bunga acuan.
Departemen Tenaga Kerja AS, Rabu (13/7), mengumumkan inflasi pada Juni 2022 mencapai 9,1 persen, dan dianggap yang tertinggi sejak 1981. Adapun indeks harga konsumen inti, yang menghilangkan komponen makanan dan energi yang lebih mudah berubah, naik 0,7 persen secara bulanan, dan 5,9 persen secara tahunan.
Bank sentral AS (The Fed) diperkirakan akan menjadi lebih agresif dalam memperketat kebijakan moneter untuk mengatasi inflasi, menurut CoinDesk. Pada gilirannya, sentimen itu akan memberikan tekanan negatif pada aset berisiko, seperti Bitcoin.
Dikutip dari coinmarketcap.com, saat artikel ini ditulis, Kamis (14/7), pukul 16:00 WIB, harga Bitcoin mencapai US$19 ribuan, atau turun 0,34 persen dalam 24 jam terakhir. Dibandingkan pekan sebelumnya, nilai aset ini juga terkoreksi 3,42 persen.
“Biasanya, ini adalah berita buruk bagi ekonomi dan pasar,” kata Alexandre Lores, Director of Blockchain Market Research di Quantum Economics. "Apakah itu hanya bagian dari data ekonomi buruk yang dilemparkan ke tumpukan, atau apakah ini sudah diperhitungkan, sejauh ini investor setuju dengan hal itu."
Trader Tokocrypto, Afid Sugiono, sebelumnya berpendapat pasar aset kripto masih dalam kondisi turun atau bearish, dan belum ada tanda-tanda pembalikan. Laporan indeks harga konsumen AS, menurutnya, termasuk salah satu sentimen yang ditunggu oleh investor.
"Dari data historisnya, pergerakan harga aset kripto selalu kembali lesu setiap ada perilisan data makroekonomi terbaru yang negatif,” katanya, Jumat (8/7).