Jakarta, FORTUNE - Serangan invasi Rusia ke Ukraina mengejutkan pasar. Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro memperingatkan adanya sejumlah faktor risiko baru, selain kebijakan The Fed yang akan mempengaruhi perekonomian.
Aksi serangan Rusoa ke Ukraina merupakan aksi militer terbesar sejak Perang Dunia II. Andry mengatakan, volatilitas pasar dalam jangka pendek berpotensi meningkat; tercermin dalam kenaikan indeks volatilitas ke level 31,02 (+13,8 poin) kemarin. Angka ini melampaui rata-rata jangka panjang yang berada di level 20.
“Berdasarkan data fundamental terakhir, rupiah masih berpotensi menguat seiring dengan pemulihan ekonomi domestik dan masuknya aliran modal asing yang kembali berlanjut,” kata Andry.
Per Rabu (23/2), arus modal masuk asing di pasar saham mencapai Rp21,6 triliun (ytd) dan di pasr obligasi sebesar Rp10,2 triliun (ytd). Sejumlah sentimen positif seperti rilis data inflasi dalam negeri yang stabil, surplus neraca perdagangan, dan cadangan devisa yang tinggi masih menopang nilai tukar rupiah dari hantaman gejolak pasar.
Pagi ini, nilai tukar rupiah sedikit menguat (+5 poin) ke Rp14.386 per dolar AS, meski berisiko kembali melemah. Mengacu pada data Investing, rupiah terpantau turun 0,07 persen menjadi Rp14.370 pada pukul 10.48 WIB.
Imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun relatif stabil di level 6,46 persen di tengah level CDS Indonesia 5 tahun yang tercatat menguat 3,7 bps menjadi 102,4.
Tim Riset Ekonomi Bank Mandiri memperkirakan rupiah akan terus bergerak sesuai fundamentalnya sepanjang 2022, dengan faktor risiko utama: kebijakan The Fed. Begitu pun dengan obligasi Indonesia yang memiliki imbal hasil riil yang masih kompetitif ketimbang negara-negara lain.
“Kami terus mempertahankan proyeksi rupiah sebesar Rp14.388 (dengan rata-rata Rp14.392 per dolar AS) dan target imbal hasil obligasi 10 tahun sebesar 6,84 persen pada akhir 2022,” kata Andry.