Jakarta, FORTUNE – Tren koreksi harga Bitcoin sepanjang tahun ini dianggap wajar terlebih jika ditengok secara analisis teknikal karena pernah terjadi sebelumnya dan merupakan siklus tahunan.
Bitcoin bulan lalu turun hampir 38 persen, dan dianggap koreksi bulanan terbesar kedua sejak Agustus 2011 yang mencapai 38,6 persen, menurut data dari CoinGecko. Aset kripto ini sempat diperdagangkan di posisi US$31 ribu pada awal Juni, lalu turun ke US$17 ribuan pada pertengahan bulan, dan ditutup di akhir Juni pada kisaran US$19 ribuan.
Saat artikel ini ditulis, berdasarkan data dari coinmarketcap.com, Senin (4/7), nilai Bitcoin sekitar US$19 ribuan. Padahal, pada awal tahun ini atau secara year-to-date/ytd nilainya masih US$46 ribuan.
CEO Indodax, Oscar Darmawan, mengatakan kondisi saat ini pernah terjadi pada 2018 dan 2014 jika didasarkan pada analisis teknikal. Situasi itu juga terjadi usai Bitcoin mencapai titik harga baru.
“Setelah Bitcoin mengalami all time high di 2013, 2017 dan 2021, maka akan terjadi penurunan harga yang cukup signifikan di tahun berikutnya yang diikuti dengan penurunan kripto lainnya. Kita bisa lihat bagaimana penurunan terjadi pada 2014, 2018 dan sekarang di tahun 2022,” katanya dalam keterangan resmi.
Meski demikian, siklus ini kerap dimanfaatkan oleh investor untuk menebus aset kripto, kata Oscar. “Momen bearish saat ini justru adalah momen yang sering dimanfaatkan para trader jangka panjang untuk mengumpulkan portofolio kripto dengan membeli kripto yang mereka inginkan di harga yang murah,” ujarnya.