Masuki Endemi, Telisik Prospek Emiten Rumah Sakit pada 2022

Jakarta, FORTUNE - Kemacetan kembali lagi ke jalanan Ibu Kota. Sebab, kini mobilitas tak lagi dibatasi seketat ketika kasus Covid-19 sedang tinggi-tingginya. Di tengah peralihan pandemi menuju endemi, bagaimana prospek sektor kesehatan dan emiten rumah sakit?
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Joshua Michael melihat, perawatan penyakit kronis dialihkan ke tahun ini dan beberapa tahun seterusnya. Dus, itu akan memberikan pendapatan dasar yang kuat bagi para emiten rumah sakit.
“Kami percaya pandemi menunda permintaan perawatan penyakit kronis. Itu dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa dan memerlukan perawatan yang lebih kompleks,” jelas Joshua dalam riset, dikutip Kamis (2/6).
Akan tetapi, karena upside terbatas untuk target harga, ia merevisi penilaian sektor kesehatan dari overweight menjadi netral.
Pandemi tingkatkan kasus obestias
Joshua menambahkan, selama pandemi terjadi kenaikan obesitas orang dewasa. Itu terjadi akibat terbatasnya pergerakan, stres, dan hilangnya sumber pendapatan yang membuat masyarakat lebih sulit mengonsumsi makanan sehat.
Berdasarkan pernyataan WHO dan UNICEF pada Maret 2021, jumlah penderita obesitas di Indonesia meningkat dua kali lipat selama dua dekade terakhir.
Ditambah lagi, berdasarkan Indonesian Registration System (SRS) pada 2014 saja, ada 10 penyakit paling umum yang diderita masyarakat Indonesia, yakni:
- Stroke (21,1 persen).
- Penyakit kardiovaskular (12,9 persen).
- Diabetes melitus (6,7 persen).
- Tuberkulosis (5,7 persen).
- Pernapasan kronis (4,9 persen).
- Penyakit hati (2,7 persen).
- Kecelakaan lalu lintas (2,6 persen).
- Radang paru-paru (2,1 persen).
- Diare dan gastroenteritis (1,9 persen).
Lebih dari setengah dari penyakit itu tergolong sebagai penyakit kronis yang berkaitan erat dengan masalah obesitas.
Joshua menjelaskan, “Orang dewasa dengan obesitas lebih berisiko untuk terkena gangguan kesehatan serius lainnya, seperti penyakit jantung, stroke, diabetes tipe dua, beberapa jenis kanker, dan kesehatan mental yang lebih buruk.”