Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Ilustrasi karbondioksida. (Pixabay/geralt)

Jakarta, FORTUNE – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan gejolak geopolitik global ikut mempengaruhi pengembangan pasar karbon. Pasalnya, dalam situasi yang tidak menentu, harga energi dunia kerap melonjak tinggi.

Namun demikian, Indonesia akan tetap berkomitmen membangun pasar karbon, sebagai solusi isu perubahan iklim.

Sri Mulyani juga mengungkapkan tantangan lain dalam memperkenalkan pasar karbon adalah bentuk karbondioksida (CO2) yang diperdagangkan tidak dalam rupa aslinya, melainkan berbentuk kertas atau sekuritas yang merepresentasikan CO2 tersebut.

Saat ini, diskusi terkait harga karbon yang layak untuk diperdagangkan terus dilakukan di pasar modal. “Jadi, prinsip Anda mengukur CO2 dan menghasilkan sertifikat yang kredibel untuk kemudian dapat diperdagangkan di pasar,” ujarnya saat berbicara di forum IIF Sustainable Finance Summit 2022 secara daring, Kamis (10/3).

Pengurangan CO2 bisa ganggu perekonomian

Tantangan lain dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim, adanya gangguan pertumbuhan ekonomi akibat CO2 yang dikurangi. “Pertumbuhan ekonomi akan menuntut lebih banyak energi, sedangkan konsumsi energi per kapita di Indonesia masih cukup sedikit,” ungkapnya.

Indonesia merupakan salah satu penghasil energi yang berkontribusi besar pada masalah CO2 di lingkungan, dengan bauran energi yang masih didominasi batu bara hingga 60 persen.

Oleh karena itu, transisi menuju energi baru terbarukan (EBT) pun harus menjadi jalan keluar atas permasalahan ini. Apalagi, Indonesia memiliki ragam sumber EBT yang berlimpah dan bisa dimanfaatkan, mulai dari air, sinar matahari, hingga gelombang laut maupun panas bumi.

Indonesia mulai atur penerapan pajak karbon

Editorial Team