Jakarta, FORTUNE - Jeremy Grantham meramalkan pasar saham Amerika Serikat selangkah lagi bakal memasuki periode "superbubble". Investor kesohor sekaligus salah satu pendiri kantor manajer aset GMO itu yakin lonjakan ekuitas di negeri tersebut pada medio Juni hingga tengah Agustus cocok dengan pola reli pasar bearish yang lazim terjadi usai penurunan tajam sebelumnya.
Menurutnya, kondisi tersebut biasanya akan berujung pada perburukan ekonomi.
Dalam catatannya pekan lalu, Grantham menegaskan harga saham hingga kini masih terhitung sangat mahal. Dan, Inflasi tinggi yang sedang mendera Amerika saat ini secara historis telah membuat valuasinya mengalami kontraksi. Dia juga tidak ragu menyatakan fundamental ekonomi dunia telah sangat tergerus dalam beberapa bulan belakangan. Penyebabnya tidak tunggal: karantina wilayah yang terus berulang di Cina, krisis energi Eropa, kelangkaan pangan di ranah global, kenaikan suku bunga Fed, dan penurunan belanja pemerintah di banyak negara.
"Superbubble ini kelak menampilkan berbagai hal berbahaya dari penilaian berlebihan lintas aset (dengan obligasi, perumahan, dan saham yang terlalu mahal dan saat ini kehilangan momentumnya dengan cepat), guncangan komoditas, dan Fed yang hawkish," katanya dikutip Fortune.com.
Suara Grantham masih disimak karena dia sebelumnya terbukti akurat saat memprediksi bubble aset Jepang pada dekade 1980-an, bubble dotcom pada akhir dasawarsa 1990-an, dan krisis perumahan yang muncul sebelum gejolak ekonomi pada 2008.
Masalahnya, bukan Grantham saja yang mengapungkan proyeksi sumbang atas pasar saham. Di antara pakar pasar lainnya dengan pandangan serupa adalah Michael Burry, Nouriel Roubini, Robert Kiyosaki, dan Harry Dent. Berikut dalih mereka dirangkum oleh Business Insider.