Jakarta, FORTUNE - Permintaan global terhadap bahan bakar minyak yang dipakai kapal dan pembangit listrik meningkat jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan.
Dilansir dari Reuters, sejumlah besar perusahaan pelayaran masih mengandalkan bahan bakar minyak dengan kandungan sulfur tinggi yang dilengkapi alat penyaring emisi (scrubber), ketimbang beralih ke opsi yang lebih ramah lingkungan seperti marine gas oil atau bahan bakar rendah sulfur.
"Pasar bahan bakar minyak menunjukkan ketahanan luar biasa, dengan permintaan yang melampaui ekspektasi karena beberapa faktor utama, seperti permintaan pembangkit listrik yang masih kuat di Timur Tengah dan gangguan pengiriman di Laut Merah akibat serangan Houthi," kata Royston Huan, analis di Energy Aspects, dikutip dari Reuters, Jumat (3/10).
Data Badan Energi Internasional (IEA) mencatat, permintaan global bahan bakar minyak naik 4,8 persen menjadi rata-rata 6,5 juta barel per hari (bph) pada 2025. Sebaliknya, konsumsi solar dan bahan bakar jet justru melemah sejak pra-pandemi 2019, sementara bensin hanya tumbuh 1,9 persen.
Pada 2020, IEA sempat memperkirakan pertumbuhan konsumsi fuel oil mencapai 1,6 persen sepanjang 2019–2025. Perkiraan ini adalah laju paling lambat dibanding bahan bakar olahan lain.
Namun, belakangan realisasi menunjukkan tren berbeda. Data Kpler mengungkap, impor fuel oil Arab Saudi dan Mesir melonjak 33 persen secara tahunan pada 2024. Saudi bahkan memanfaatkan impor murah dari Rusia untuk menekan biaya domestik dan mengalokasikan lebih banyak minyak mentahnya ke pasar ekspor.
"Sanksi Barat terhadap Rusia juga turut berkontribusi. Arab Saudi mengimpor bahan bakar minyak Rusia dengan harga diskon untuk membebaskan lebih banyak minyak mentahnya sendiri untuk diekspor," demikian dikutip dari MarketScreener.
Selain itu, konflik Laut Merah turut menambah tekanan. Kapal-kapal kargo sejak 2023 banyak menghindari terusan Suez akibat serangan Houthi Yaman yang bersekutu dengan Iran, memilih jalur lebih panjang melalui Tanjung Harapan.
Pengalihan ini meningkatkan konsumsi fuel oil sekitar 100.000 bph atau 2 persen dari total permintaan bunker global.
Analis Rystad Energy, Valerie Panopio, mengatakan sanksi Barat terhadap Iran dan Rusia juga telah memicu penambahan armada yang terdiri dari kapal-kapal tua. Kapal-kapal tersebut kemungkinan besar menggunakan bahan bakar minyak berkadar sulfur tinggi (HSFO). Kapal jenis ini umumnya memiliki struktur kepemilikan yang tidak transparan serta beroperasi tanpa asuransi maupun sertifikasi keselamatan dari lembaga Barat terkemuka.
Menurut perkiraan sejumlah sumber dan analis industri, termasuk Lloyd’s List Intelligence dan pialang kapal Gibson, armada bayangan kini mencakup 1.200 hingga 1.600 kapal tanker, atau sekitar seperlima dari total armada tanker global.
Dengan skala sebesar itu, konsumsi bahan bakar kapal-kapal bayangan diperkirakan mencapai lebih dari 106.000 barel per hari, atau setara sekitar 2 persen dari permintaan global—berdasarkan perhitungan Reuters menggunakan data bunker 2023 dari Organisasi Maritim Internasional (IMO)
Eugene Lindell dari FGE menambahkan, banyak dari kapal-kapal ini usianya lebih dari 15 tahun dan, dalam beberapa kasus bahkan lebih dari 20 tahun. Karena itu ia menilai, kondisinya boros bahan bakar, apalagi menempuh rute jarak jauh, sehingga semakin meningkatkan konsumsi bahan bakar minyak.