Jakarta, FORTUNE - Bagi perusahanaa telekomunikasi, 2024 dinilai sebagai tahun yang penuh tantangan. Kenyataan itu disebabkan oleh terus tumbangnya pemain dalam sektor tersebut.
Analis Verdhana Sekuritas Indonesia, Erwin Wijaya, mengatakan kian ketatnya persaingan pada sektor seluler dapat memberikan dampak negatif bagi perusahan dalam industri tersebut. Menurutnya, pengembangan infrastruktur internet nirkabel atau broadband tetap secara berkelanjutan akan sulit tanpa ada perbaikan pasar pada sektor seluler.
"Misalnya meninggalkan perilaku kompetitif yang tidak rasional, yang menghasilkan persaingan harga yang ketat," katanya dalam riset pekan lalu (21/2).
Di samping itu, Erwin mengatakan bahwa perusahaan pada sektor ini perlu melakukan perbaikan rasio profitabilitas. Sebab, jika tidak, akan sulit meningkatkan kualitas layanan broadband tetap atau internet seluler.
Salah satu strategi yang bisa dilakukan, menurutnya, adalah emiten pada sektor ini berfokus pada laba atas investasi dan profitabilitas daripada pangsa pasar. Setelah itu, mereka bisa berkonsentrasi meningkatkan Average Revenue Per User (ARPU) alias pendapatan rata-rata per pengguna.
Koreksi harga paket pemula demi mengurangi tingkat kehilangan pengguna dalam suatu periode (churn) akibat sensitivitas harga diperparah dengan product starter yang sangat murah.
Ia juga menyarankan agar pelaku industri data seluler menyederhanaan paket data dari segi penawaran serta pengurangan jumlah penetapan harga berbasis zona. Terlalu banyak variasi pembaruan paket data berkontribusi dalam menciptakan persaingan yang kompleks.
Di tengah banyaknya tantangan ini, Erwin memilih merekomendasikan saham PT Indosat Tbk (ISAT) buy, dengan target harga berbasis Discounted Cash Flow (DCF) Rp3.600.
Rekomendasi tersebut diberikan dengan menimbang risiko terkait kenaikan harga, basis pelanggan yang lebih rendah, serta biaya operasional lebih tinggi karena lambatnya penyesuaian pasca-merger dengan integrasi jaringan Hutchison.
Ia merekomendasikan PT XL Axiata Tbk (EXCL) buy dengan target harga Rp2.600 yang didasarkan pada analisis DCF.
Untuk TLKM, Erwin merekomendasikan unlisted menyusul adanya risiko pertumbuhan lalu lintas data yang lebih rendah, persaingan yang tidak rasional, dan menurunnya pangsa pasar pendapatan seluler dari luar Pulau Jawa, serta kesulitan TLKM dalam mengamankan situs baru untuk perluasan jaringan.