Mengacu pada Surat Edaran BEI Nomor SE-00003/BEI/02-2024 dan Peraturan Nomor I-L tentang Suspensi Efek pada 31 Mei 2024, suspensi efek dapat terjadi pada beberapa kondisi, di antaranya:
- Emiten tak melakukan keterbukaan informasi tapi tidak secara lengkap atau tidak benar, yang mana emiten memiliki keterangan penting yang relevan atau mengalami peristiwa penting yang menurut pertimbangan bursa secara material dapat mempengaruhi keputusan investasi pemodal sesuai Peraturan Bursa ihwal Kewajiban Penyampaian Informasi (Ketentuan III.I.4 Peraturan Nomor I-L)
Pada ketentuan itu, keterbukaan informasi merujuk pada informasi atau fakta material sesuai POJK No. 31/2015, juga informasi atau fakta material lain, yang termasuk tapi tak terbatas pada: indikasi dan/atau bukti kecurangan atas laporan keuangan, kesalahan saji informasi dalam laporan keuangan.
- Terdapat keraguan atas kelangsungan usaha (going concern) (Ketentuan III.I.5 Peraturan Nomor I-L)
Keraguan atas kelangsungan usaha emiten dalam ketentuan ini, berarti:
- Emiten mengalami kegagalan atas pembayaran kewajiban kepada pihak lain.
- Ada putusan pengadilan yang berdampak material kepada emiten, selain sebagaimana diatur dalam ketentuan III.1.2 dan III.1.3 Peraturan Nomor 1-L.
- Pada laporan akuntan publik di laporan keuangan auditan emiten, ada paragraf penekanan khusus mengenai going concern dan berdasarkan penelaahan bursa atas informasi dan/atau penjelasan tambahan dari emiten ditemukan: 1. belum ada rencana perbaikan going concern dari emiten; 2. sudah ada rencana perbaikan tapi belum dilakukan realisasi atau menunjukkan perbaikan kondisi.
Kasus Indofarma: indikasi fraud dan going concern
Dalam kasus INAF, terdapat indikasi atau dugaan kecurangan (fraud) pada laporan keuangannya, sebagaimana yang disampaikan oleh Laksono Trinantoro, eks-Komisaris Utama INAF melalui surat permohonan undur diri pada Januari 2024.
Ia menulis, berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2023, ada indikasi praktik fraud dalam PT Indofarma Tbk. Situasi ini sudah kami duga di 2021, yang mana Dewan Komisaris PT Indofarma Tbk sudah mengajukan audit dari pihak luar atas dugaan problem itu.
"Namun, audit tersebut tidak pernah terjadi, sampai adanya audit BPK pada 2023," katanya dalam surat.
Apakah Indofarma sudah memberi klarifikasi? Pada awal April, perseroan menanggapi berbagai kabar di media, dari yang membahas soal PKPU, belum dibayarnya gaji karyawan, perkembangan soal laporan indikasi fraud, hingga status pembayaran THR.
Namun, belum ada keterbukaan informasi yang lebih detail perihal hasil audit indikasi fraud.
"Indikasi fraud hasil audit BPK sedang dalam tahap audit lanjutan, yaitu audit investigasi, sehingga perseroan belum dapat melakukan keterbukaan atas informasi atau fakta material terkait hal itu," kata Direktur Utama Indofarma, Yeliandriani dalam keterbukaan informasi pada awal April lalu.
Ihwal masalah PKPU, sesuai putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, proses restrukturisasi atas utang yang dilakukan INAF masuk dalam proses PKPU Sementara. Memang, hal itu tak berdampak langsung pada operasional perseroan, sehingga tetap beroperasi. Kendati demikian, hal itu menjadi salah satu penyebab perseroan belum membayarkan upah karyawan untuk periode Maret 2024.
"Hal [belum dibayarnya gaji karyawan] disebabkan adanya Putusan PKPU yang meskipun tak berdampak secara langsung pada operasional, perseroan harus berkoordinasi dengan tim pengurus yang ditunjuk pengadilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," jelas Yeliandriani.
Mengenai going concern atau keberlangsungan usaha, INAF mencatatkan kerugian pada laporan arus kas pada aktivitas operasi sebesar Rp112,57 miliar, dilansir dari laporan keuangan pada akhir Desember 2022. Hal itu menimbulkan keraguan terhadap kemampuan INAF mempertahankan kelangsungan usaha. Saat itu, Bio Farma selaku Holding BUMN Farmasi mendukung upaya INAF untuk tetap dapat menjalankan usaha dan memenuhi kewajiban keaungan saat jatuh tempo.
Namun, menurut surat Laksono, pada 3 Januari 2024 Holding BUMN Farmasi tak lagi menggunakan jalur transformasi BUMN, yang mana Indofarma disiapkan menjadi perusahaan di dalam holding yang menangani alat kesehatan dan herbal. Ia menyebut, hal itu berkaitan dengan kondisi perseroan pada 2023, yang membuat INAF tak memungkinkan lagi menjadi pelaku di alat kesehatan dan hebal.
Bahkan, Direksi PT Bio Farma (Persero) menyatakan, kegiatan usaha alat kesehatan dan herbal dialihkan ke perusahaan lain dalam holding. "Terjadi downsizing di perusahaan dengan RKAP dari Rp450 miliar menjadi Rp250 miliar. Di samping itu, Indofarma berada di dalam penanganan PPA (PT Perusahaan Pengelola Aset) untuk mengatasi masalah saat ini," tulis Laksono.