Berdasarkan catatan SimInvest, investor asing kembali membeli saham big banks, dipimpin oleh BBCA (Rp3,9 triliun); BMRI (Rp1,1 triliun); dan BRIS (Rp450 miliar).
Namun, para investor asing tak mengincar BBRI dan BBNI dalam daftar saham topnya. Itu karena BBNI mengalami tekanan NIM (net interest margin) akibat belum bisa melakukan pass-on atas kenaikan cost of fund terhadap loan yield.
Sementara BBRI menjadi bank pertama yang merevisi cost of credit pada kuartal I 2024. Penyebabnya adalah kenaikan special mention loan (SML) pada segmen mikro dan small yang sudah mencapai di atas 5 persen, dari semula dibawah 3 persen.
Isfhan menilai, kinerja kuartal II akan krusial dalam melakukan penilaian terhadap prospek perbankan di Indonesia. "Jika tidak lagi ada bank yang merevisi cost of credit lebih tinggi dan tidak terjadi lonjakan dari sisi NPL (non-performing loan), maka kami menilai kenaikan IHSG akan berlanjut dipimpin oleh naiknya saham-saham perbankan," katanya.
Meskipun dana asing masuk secara masif ke BMRI dan BBCA, potensi upside dari kedua saham tersebut dinilai sudah minim akibat valuasi yang sudah sangat tinggi. Adapun, keduanya diperdagangkan di atas +1 standar deviasi, di atas rata-rata price-to-book.
Sinarmas Sekuritas lebih menyoroti saham BBRI dan BBNI, terutama jika keduanya membuktikan, keadaan tidak akan lebih buruk di kuartal II 2024. Target price SimInvest untuk BBNI adalah Rp6.200 dan BBRI Rp5.700.
"Untuk BBNI, kami yakin secara gradual bank tersebut mampu melakukan adjustment pada loan yield sehingga menghindari tekanan lebih lanjut pada NIM," jelas Isfhan.
Lalu, untuk BBRI, SimInvest menyatakan tak melihat potensi downgrade secara masif dari SML menjadi NPL di segmen UMKM, terlebih lagi secara nasional tingkat konsumsi sudah jauh lebih baik.
Hal itu tercermin dari belanja pemerintah yang cukup tinggi di kuartal I 2024. Selain itu, pemerintah juga merevisi anggaran belanja sepanjang 2024. Beberapa pos anggaran belanja yang cukup signifikan pada paruh II 2024 adalah subsidi pupuk sebesar Rp24 triliun, bansos (beras, ayam dan telur) sebesar Rp11 triliun, dan juga biaya pilkada sebesar Rp32 triliun.
Seiring membaiknya konsumsi, Isfhan dan tim juga menyoroti saham sektor konsumsi, yakni Indofood CBP (ICBP) dengan target harga Rp13.200 dan Sumber Alfaria (AMRT) dengan target harga Rp3.350.
"Kedua saham tersebut diuntungkan oleh membaiknya tingkat konsumsi akar rumput, yang ditopang oleh belanja pemerintah," jelasnya.