Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa ongkos untuk menerbitkan obligasi hijau lebih mahal. Pasalnya, butuh biaya lebih untuk memastikan proyek yang dibiayai oleh surat utang itu memenuhi aspek keberlanjutan atau ramah lingkungan.
Kami memahami bahwa penerbitan obligasi semacam ini akan membutuhkan kepatuhan yang lebih terhadap pelaporan serta menjaga standar proyek hijau yang mendasari penerbitan obligasi ini. Jadi pada dasarnya biayanya jauh lebih tinggi," ujarnya dalam Opening Remarks: Joint G20/OECD Corporate Governance Forum, Kamis (14/7).
Bendahara negara menuturkan, sejak 2018 pemerintah telah menerbitkan obligasi hijau senilai US$4,8 miliar, termasuk dalam bentuk SBN berbasis syariah atau Sukuk. Hal lain yang coba diperkenalkan Indonesia ke pasar keuangan adalah obligasi pembangunan berkelanjutan. Tahun lalu, Indonesia merilis obligasi internasional senilai 500 juta euro dan menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang menawarkan instrumen tersebut dengan tingkat bunga terendah yang pernah ada.
Ketika Anda berbicara tentang suku bunga terendah sekarang menjadi sangat langka. Karena tren kenaikan suku bunga," imbuhnya.
Sayangnya, respons pasar tak berbeda jauh dengan obligasi biasa yang diterbitkan pemerintah. "Pasar belum secara efisien dan adil menempatkan instrumen semacam ini, karena pasar tidak membedakan antara obligasi hijau dan non-hijau,"jelasnya