Jakarta, FORTUNE - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengintensifkan program pendalaman pasar guna mendorong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO). Langkah ini ditempuh mengingat belum adanya entitas pelat merah yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam dua tahun terakhir.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menjelaskan bahwa regulator secara berkelanjutan menggandeng Self Regulatory Organization (SRO) dan pelaku industri seperti perusahaan efek untuk menggelar sosialisasi. Target utamanya adalah korporasi yang dinilai memiliki kesiapan matang, termasuk anak usaha BUMN.
“OJK memahami bahwa partisipasi BUMN dan anak perusahaannya di pasar modal memiliki peran strategis dalam memperkuat likuiditas serta diversifikasi instrumen investasi,” ujar Inarno dalam keterangan resminya, Jumat (12/12).
Program pendalaman pasar ini dirancang demi meningkatkan pemahaman manajemen perusahaan terkait proses penawaran umum, sekaligus mengidentifikasi berbagai hambatan yang dihadapi di lapangan.
Kendati demikian, Inarno menyatakan keputusan untuk go public sepenuhnya tetap berada di tangan manajemen perusahaan sebagai kebijakan bisnis korporasi.
“Peran OJK adalah memastikan proses berjalan secara profesional, transparan, serta melindungi kepentingan investor,” katanya.
Sebagai catatan, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) menjadi BUMN terakhir yang mencatatkan sahamnya di BEI pada 24 Februari 2023. Kala itu, anak usaha PT Pertamina (Persero) ini menghimpun dana sebesar Rp8,77 triliun. Sejak saat itu, bursa saham sepi dari aksi korporasi perusahaan negara.
Di sisi lain, minat perusahaan swasta untuk menggalang dana di pasar modal tetap terjaga. Hingga 5 Desember 2025, BEI mencatat 24 perusahaan baru telah resmi melantai dengan total dana dihimpun mencapai Rp15,21 triliun.
Antusiasme ini diproyeksikan berlanjut mengingat masih terdapat 13 perusahaan dalam daftar antrean (pipeline) pencatatan saham per 5 Desember 2025. Antrean didominasi oleh delapan perusahaan aset skala besar (di atas Rp250 miliar), disusul 3 perusahaan skala menengah (Rp50 miliar-Rp250 miliar), dan 2 perusahaan skala kecil (di bawah Rp50 miliar).
Kondusifnya iklim penawaran umum ini sejalan dengan tren positif pasar sekunder. Sepanjang November 2025, kinerja pasar modal domestik terus menguat seiring ketahanan ekonomi nasional di tengah dinamika global.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup November pada level 8.508,71, menguat 4,22 persen secara bulanan (month-to-month) atau melesat 20,18 persen sejak awal tahun (year-to-date).
Bahkan, IHSG sempat mencetak rekor tertinggi sepanjang masa atau all-time high (ATH) menjadi 8.602,13 pada 26 November 2025.
Pada tanggal yang sama, kapitalisasi pasar saham mencapai Rp15.711 triliun.
