Airlangga ungkap Tantangan dan Keunggulan Komoditas Sawit
Sawit berkontribusi terhadap 16 juta tenaga kerja
Jakarta, FORTUNE - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, tantangan yang dihadapi industri minyak sawit Indonesia dalam kompetisi perdagangan minyak nabati dunia semakin kompleks. Salah satu yang ia soroti ialah adanya kebijakan Eropa terhadap minyak sawit sehingga memengaruhi Indonesia sebagai produsen terbesar minyak sawit dunia.
"Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) diharapkan dapat menjadi hal yang bisa diterima secara global," kata Airlangga melalui keterangan resminya di Jakarta, (5/10).
Di samping itu, pengembangan pola-pola kemitraan juga masih perlu dilakukan guna menjawab tantangan dan memperkuat supply chain. Dengan begitu, petani kebun juga mendapatkan fasilitas terutama untuk meningkatkan produktivitas sekaligus bisa mendapatkan pembiayaan.
Sawit berkontribusi terhadap 16 juta tenaga kerja
Pihaknya juga mencatat, industri kelapa sawit nasional telah berkontribusi mengentaskan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja untuk lebih dari 16 juta tenaga kerja. Tak hanya itu, kelapa sawit juga merupakan kontribusi terbesar ekspor non migas dengan menyumbang 15,6 persen dari total ekspor non migas pada tahun 2020.
"Sehingga kelapa sawit telah menjadi tulang punggung perekonomian nasional dan menjadi primadona komoditas sektor industri ekspor," kata Airlangga.
Terkait pencapaian Sustainable Development Goals lanjut Airlangga, peranan minyak sawit dalam target global antara lain sebagai sumber energi bersih dan terbarukan yang mendukung ketahanan energi nasional. Tak hanya itu, sawit juga diharapkan bisa menjadi penyediaan bahan makanan, penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, serta pengurangan ketimpangan sosial dan ekonomi.
Distribusi luas sawit perkebunan rakyat diprediksi capai 60%
Para ahli juga telah memproyeksikan, sampai dengan tahun 2030 distribusi luas tutupan kelapa sawit akan didominasi oleh Perkebunan Rakyat yang mencapai 60 persen. Sementara itu untuk perkebunan besar swasta sebesar 36 persen dan perkebunan besar negara sebesar 4 persen.
Airlangga menyebut, data-data di atas menunjukan bahwa peranan perkebunan rakyat memiliki kontribusi yang signifikan dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Airlangga juga mengatakan, Indonesia merupakan negara produsen terbesar yang menguasai sekitar 55 persen pangsa pasar minyak sawit dunia. Bahkan, Indonesia mampu menghasilkan 40 persen dari total minyak nabati dunia.
Keunggulan komoditas sawit
Airlangga juga menyampaikan, keunggulan kelapa sawit dibanding komoditi minyak nabati lainnya ialah mempunyai produktivitas yang lebih tinggi. Dengan begitu luas lahan yang digunakan untuk memproduksi minyak sawit lebih sedikit.
Dirinya mencontohkan, untuk menghasilkan 1 ton minyak sawit hanya membutuhkan lahan 0,3 ha, sementara rapeseed oil butuh lahan seluas 1,3 ha. Sedangkan untuk sunflower oil seluas 1,5 ha dan soybean oil seluas 2,2 ha.
“Industri ini sangat strategis. Kami berharap semua komponen masyarakat termasuk juga Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia terus mengembangkan dan menjaga sustainability industri ini,” tutur Airlangga.
Pemerintah juga tetap berkomitmen untuk melakukan peremajaan (replanting) sebanyak 540.000 ribu hektar kebun kelapa sawit milik petani sampai dengan tahun 2024.
Hasil rekonsiliasi luas tutupan kelapa sawit nasional yang dikoordinasikan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tahun 2019 juga telah mengidentifikasi seluas 16,38 juta ha, dengan distribusi luas perkebunan rakyat (baik swadaya maupun kemitraan) sebesar 6,72 juta ha atau 41 persen. Sedangkan untuk perkebunan besar negara sebesar 0,98 juta ha atau 6 persen, dan perkebunan besar swasta sebesar 8,68 juta ha atau 53 persen.