Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Dok. Shutterstock/Peshkova

Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia (BI) diproyeksi kembali meningkatkan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada September 2022, setelah kenaikan 25 bps pada Agustus ini.

Ekonom Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto, memperkirakan suku bunga 7-Day Reverse Repo BI akan kembali naik 25 bps sebagai antisipasi kenaikan  inflasi inti lebih lanjut. Ia memprediksi inflasi utama masih akan moderat pada bulan ini, mencapai 4,85 persen (YoY) berkat penurunan harga pangan.

Menurutnya, pengendalian inflasi dan ekspektasi inflasi begitu penting demi meraih pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di masa depan. “Dengan kenaikan suku bunga yang moderat, kami yakin hal itu akan berdampak ringan terhadap pemulihan ekonomi domestik tahun ini,” ujar Rully dalam riset, Senin (29/8).

Sementara itu, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, menyebut proyeksi Menteri Keuangan tentang kenaikan suku bunga hingga 100 bps sampai akhir tahun.

Karena itu, ia melihat ruang bagi BI meningkatkan suku bunga lagi di tahun ini. “Bahkan kemungkinan dalam jalur yang agresif, yang mana tentu mempertimbangkan kondisi ekonomi,” katanya.

Dampak dan tips investasi di tengah kenaikan suku bunga

ilustrasi menghitung investasi (pexels.com/Lukas)

Menurut Nico, BI menaikan suku bunga lebih dulu guna menahan laju inflasi agar tak kian liar, terlebih di tengah rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan ini berpotensi mendongkrak ekspektasi inflasi.

Ia menganggap langkah BI sebagai aksi pre-emptive dan forward looking dalam mengantisipiasi naiknya inflasi inti. “Meskipun ada harga yang harus dibayar,” imbuhnya.

Harga yang harus dibayar itu meliputi: risiko penurunan konsumsi akibat pelemahan daya beli masyarakat; penurunan tingkat nilai investasi karena investor melepas aset berisiko seperti saham; terdampaknya kinerja industri karena naiknya biaya modal. Pada akhirnya, itu semua bisa berdampak pada laju pemulihan ekonomi.

“Namun, dengan potensi kenaikan suku bunga lanjutan di sisa tahun ini, saat ini masih jadi momentum ekspansi bagi industri sebelum biaya modal makin meningkat,” jelas Nico.

Di tengah situasi itu, pasar dapat menyeimbangkan kembali portofolio di pasar saham. Ia menyoroti sejumlah sektor yang tahan banting di tengah naiknya suku bunga, yakni perbankan, konsumen primer seperti perunggasan, komoditas energi batu bara, gas, dan emas.

Nico menyarankan investor menghindari saham-saham dari sektor properti dan konsumen nirprimer seperti otomotif, karena terdampak pengetatan kebijakan moneter.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. Shutterstock/Romolo Tavani

Di tengah berbagai tantangan ekonomi ke depan, Indonesia berpeluang mencatat pertumbuhan ekonomi. Rully memperkirakan, PDB domestik akan tumbuh sebesar 5,08 persen–setelah tumbuh 3,69 persen tahun lalu) terdorong perbaikan konsumsi rumah tangga dan meningkatnya investasi.

Namun, pertumbuhan ekspor akan melambat di paruh kedua 2022 sebagai buntut dari perlambatan ekonomi global dan penurunan harga komoditas.

Di Amerika Serikat (AS) misalnya, inflasi masih berada di level tertinggi selama lebih dari empat dekade. Mau tak mau, The Fed mengatakan suku bunga yang lebih tinggi mungkin masih akan bertahan untuk sementara.

Adapun, pada Juli 2022, inflasi AS turun menjadi 8,5 persen dari 9,1 persen pada Juni. Meski turun, Rully menyebut itu masih sangat tinggi.

“Kami percaya The Fed akan terus menaikkan suku bunga kebijakan dan memangkas neraca keuangan sampai inflasi terkendali,” katanya.

Editorial Team