Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Ilustrasi Kripto (freepik.com/freepik)

Intinya sih...

  • Tokocrypto mendukung aturan baru pajak kripto untuk perkuat industri.

  • Revisi aturan perpajakan diharapkan mempertimbangkan status aset kripto sebagai produk keuangan.

  • Kebijakan pajak yang proporsional dinilai mampu berkembang lebih sehat dan transparan bagi industri aset digital di Indonesia.

Jakarta, FORTUNE - Tokocrypto, platform pedagang aset kripto, mendukung finalisasi kebijakan perpajakan baru dari pemerintah untuk aset kripto dan logam mulia (bullion).

CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, menyatakan pengenaan pajak yang adil dan proporsional akan mendukung pertumbuhan industri.

"Ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengatur industri dengan pendekatan yang inklusif dan adaptif terhadap perkembangan teknologi dan keuangan digital," ujar Calvin dalam keterangannya, dikutip Jumat (18/7).

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tengah merampungkan kebijakan perpajakan baru untuk aset kripto dan logam mulia (bullion). Langkah ini menjadi bagian dari inisiatif besar memperluas cakupan pemajakan atas transaksi digital yang akan diterapkan secara lebih sistematis mulai 2026.

Calvin berharap revisi aturan perpajakan mempertimbangkan status aset kripto yang kini berada di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai aset keuangan, bukan lagi komoditas. Saat ini, kripto masih dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0,11 persen dan PPh final 0,1 persen, sebagaimana diatur dalam PMK No. 68 dan PMK No. 81 Tahun 2024.

“Namun, jika kripto diperlakukan sebagai produk keuangan, maka seharusnya tidak dikenakan PPN, sebagaimana produk keuangan lainnya. Kami berharap revisi PMK No. 81 bisa mengakomodasi hal ini," kata Calvin.

Calvin menambahkan, meskipun regulasi pajak kripto di Indonesia sudah cukup moderat dibandingkan dengan negara lain, seperti Amerika Serikat yang mengenakan PPh hingga 37 persen atas capital gain dari aset digital, masih ada ruang untuk penyempurnaan.

"Beberapa negara seperti Thailand bahkan telah mengambil langkah progresif dengan membebaskan pajak penghasilan pribadi atas transaksi kripto lokal hingga 2029. Ini adalah sinyal bahwa pendekatan fiskal yang suportif bisa mendorong daya saing industri," ujarnya.

Sejak pemberlakuan pajak kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022, penerimaan negara dari sektor ini telah mencapai Rp1,2 triliun dari total Rp34,91 triliun penerimaan ekonomi digital hingga 31 Maret 2025.

Dengan kontribusi signifikan ini, industri meyakini kebijakan pajak yang lebih proporsional akan mendorong perkembangan yang lebih sehat dan transparan.

Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah mengakui perlunya mengatasi sejumlah tantangan, termasuk rendahnya literasi pajak dan kompleksitas pelacakan transaksi, melalui penguatan edukasi serta penyederhanaan mekanisme pelaporan.

Editorial Team