Jakarta, FORTUNE - Saham-saham Wall Street melemah tajam pada akhir perdagangan Selasa malam atau Rabu (29/9) WIB, di tengah aksi jual luas yang didorong oleh kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS, memperdalam kekhawatiran atas inflasi yang berkepanjangan, dan negosiasi plafon utang yang kontroversial di Washington.
Indeks Dow Jones Industrial Average terpangkas 569,38 poin atau 1,63 persen, menjadi menetap di 34.299,99 poin. Indeks S&P 500 berkurang 90,48 poin atau 2,04 persen, menjadi berakhir di 4.352,63 poin. Indeks Komposit Nasdaq anjlok 423,29 poin atau 2,83 persen menjadi ditutup pada 14.546,68 poin.
Sepuluh dari 11 sektor utama S&P 500 berakhir di zona merah, dengan layanan teknologi dan komunikasi masing-masing merosot 2,98 persen dan 2,79 persen, memimpin kerugian. Sementara itu, sektor energi menguat 0,46 persen, merupakan satu-satunya kelompok yang memperoleh keuntungan.
Ketiga indeks utama saham AS turun hampir 2,0 persen atau lebih, dengan sektor teknologi yang sensitif suku bunga dan saham yang berdekatan dengan teknologi tertekan paling berat karena investor kehilangan selera risiko mereka.
Itu adalah persentase penurunan satu hari terbesar indeks S&P 500 sejak Mei, dan terbesar di Nasdaq sejak Maret. Indeks S&P 500 dan Komposit Nasdaq berada di jalur untuk penurunan bulanan terbesar sejak September 2020.
"Gambaran besarnya adalah lonjakan tiba-tiba imbal hasil pada minggu terakhir, yang telah menyebabkan mentalitas 'jual dulu, ajukan pertanyaan nanti'," Ryan Detrick, ahli strategi pasar senior di LPL Financial di Charlotte, North Carolina, dikutip ANTARA Rabu, (29/9).
"(Tapi) ada banyak faktor yang membebani sentimen hari ini," katanya, menambahkan. Bolak-balik di Washington dengan plafon utang dan rancangan undang-undang pengeluaran serta potensi pajak yang lebih tinggi telah membebani psikologis investor secara keseluruhan dan telah menyebabkan aksi jual yang cukup besar.