Sementara, Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Dewi Rahmawati Nur Aulia menyarankan agar Pemerintah RI bisa menggandeng kantin sekolah dalam program MBG.
“Pemerintah perlu melibatkan jasa kantin yang berada di sekolah dalam membantu mensukseskan program MBG ini,” kata Dewi dalam keterangan tertulis, Senin (20/1).
Menurut dia, pelibatan kantin sekolah dapat menjadi alternatif kemitraan program MBG. Hal ini karena tak terlalu banyak memerlukan akomodasi seperti dukungan transportasi dan langsung diselenggarakan oleh pihak sekolah.
“Dengan pelibatan kantin di sekolah dalam pemberian makan bergizi gratis diharapkan kadar nutrisi dan kualitas kesegaran makanan dapat terjaga. Pelibatan kantin sekolah dapat menjadi solusi praktis dari tantangan yang ditemui seperti keterlambatan makanan yang menyebabkan menurunnya kesegaran makanan,” tutur Dewi.
Dalam pelaksanaan program MBG, Dewi menyebut bahwa melibatkan banyak pihak seperti penyedia jasa pihak ketiga atau vendor dan jasa katering. Dia menilai penggunaan jasa katering dapat mendukung efektivitas program.
“Namun demikian, dalam pelaksanaannya terdapat sejumlah komponen yang perlu dipertimbangkan misalnya standar mutu pangan, ahli gizi yang dilibatkan, tingkat kebersihan tempat masak, jarak antar lokasi, serta tata kelola limbah. Penggunaan jasa katering tentu akan memberikan dampak dari berbagai sisi,” beber Dewi.
Dari sisi positifnya, lanjut dia, penyelenggara program MBG bakal meningkatkan sektor pertumbuhan ekonomi para pelaku jasa katering dan penyedia bahan pangan secara langsung serta tidak langsung.
Sedangkan di sisi negatifnya, jika penyedia katering mengalami kendala seperti ketiadaan standar wadah makan, keterlambatan atau masalah operasional, maka penyelenggaraan program bisa terganggu.
Lanjut dia, hal ini disebabkan program MBG ini tak hanya diberikan kepada pelajar sekolah, tetapi juga diberikan kepada ibu hamil dan ibu menyusui. Nutrisi yang diberikan kepada dua kelompok penerima manfaat program pun tentunya akan berbeda-beda.
“Oleh sebab itu, untuk meningkatkan efektivitas program, maka pemerintah perlu membangun skema penerimaan makan bergizi yang tepat hingga tingkat operasional,” kata Dewi.
Selain itu, dia menyarankan agar pihak pelaksana kebijakan program MBG perlu mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Hal ini dapat dilakukan dengan memastikan bahwa mitra termasuk kantin sekolah yang akan ditunjuk, memiliki standar mutu pangan maupun pengerjaan menu makanan bergizi yang telah disepakati oleh pemerintah.
“Dengan mengedepankan prinsip tersebut diharapkan dapat meningkatkan mutu kualitas generasi emas pada tahun 2045,” ujar Dewi.