Jakarta, FORTUNE - Pemasukan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang hilang karena penghapusan pungutan ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya ditaksir mencapai Rp16,8 triliun.
Kebijakan penghapusan pungutan ekspor tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115 Tahun 2022 yang menjadi perubahan atas PMK Nomor 103 Tahun 2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Kelapa Sawit. Beleid ini berlaku pada 15 Juli hingga 31 Agustus 2022.
"Kita sudah melakukan proses perhitungan, kurang lebih dalam waktu 1,5 bulan ini Rp11,5 sampai Rp16,8 triliun potensi yang seharusnya diterima BPDPKS hilang," ujar Plt Direktur Kemitraan BPDPKS, Kabul Wijayanto, pada dialog virtual yang digelar CNBC, Senin (25/7).
Jika merujuk pada beleid lama, atau PMK Nomor 103 Tahun 2022, pungutan ekspor maksimum CPO adalah US$200 untuk penjualan CPO di atas US$1.500 per ton. Sementara, pungutan ekspor maksimum RBD Palm Olein adalah US$160 per ton dan untuk Used Cooking Oil sebesar US$35 per ton.
"Di awal September 2022 akan kembali tarifnya untuk maksimal di angka US$240 per metrik ton. Itu untuk tarif tertinggi dengan menggunakan basis referensi harga dari Kementerian Perdagangan di atas US$1.500 per metrik ton. Itu yang akan digunakan," ujar Kabul.