Alasan Mendesak dan Kekosongan Hukum, Jokowi Rilis Perppu Cipta Kerja

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Beleid tertanggal 30 Desember 2022 itu merupakan tindak lanjut usai Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021 menyatakan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat.
"Perppu UU Cipta Kerja sudah dikonsultasikan dan diinformasikan oleh Presiden kepada Ketua DPR," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, di Kantor Presiden, Jumat (30/12).
Pada jumpa pers ini, Airlangga didampingi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD dan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Omar Sharif Hiariej.
Pertimbangan pemerintah menerbitkan Perppu itu adalah, kata Airlangga, karena pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi perekonomian global. Menurutnya, Indonesia menghadapi peningkatan inflasi dan ancaman stagflasi.
“Selain itu lebih dari 30 negara antre untuk mendapatkan bantuan IMF, karena kondisi krisis negara negara emerging atau negara berkembang itu riil,” ujarnya.
Dalih investasi terbitkan Perppu Cipta Kerja
Putusan MK terkait UU Cipta Kerja ini sangat mempengaruhi perilaku dunia usaha, baik di dalam maupun di luar negeri, ujar Airlangga, sehingga dengan dirilisnya Perppu Cipta Kerja kepastian hukum bisa terisi.
"Mereka [dunia usaha] hampir seluruhnya masih menunggu kelanjutan dari UU Cipta Kerja," ujarnya.
Indonesia telah mengatur anggaran negara 2023 dengan menetapkan defisit anggaran Rp598,2 triliun atau setara 2,84 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) sehingga pembangunan akan mengandalkan investasi swasta "yang ditargetkan Rp1.200 triliun tahun ini, dan ditingkatkan Rp200 triliun tahun depan menjadi Rp1.400 triliun," ujarnya.