Jakarta, FORTUNE - Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS) menegaskan penolakannya menyerap industri sapi lokal, dengan mendasarkan pada urusan kualitas sebagai dalih utama. Standar keamanan pangan ini telah ditetapkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Direktur Eksekutif AIPS, Sonny Effendhi, menyatakan bahwa meski pihaknya telah berupaya membina peternak lokal, masih ditemukan produk susu dari industri sapi lokal yang tidak memenuhi standar.
“TPC atau total plate count itu tinggi, sehingga tidak sesuai dengan standar food safety dan keamanan makan, sehingga tidak bisa diterima," kata Sonny saat ditemui di Kementerian Pertanian, Senin (11/11).
TPC merupakan salah satu bentuk pengujian yang berfungsi mengukur jumlah mikroba pada suatu produk pangan dengan cara menghitung koloni bakteri.
AIPS mengatakan urusan kualitas ini tidak hanya berhubungan dengan kebersihan dan sanitasi, tetapi juga dengan penambahan bahan yang berbahaya bagi kesehatan, seperti minyak goreng, sirup gula, karbonat, dan hidrogen peroksida.
“Kami menjumpai dari sampling yang kami analisis, ada material yang tidak seharusnya ada dalam susu. Kami industri wajib menjaga karena standarnya BPOM itu tidak boleh ada ingredient ini dalam susu," ujarnya.
Meski demikian, Sonny menyebutkan bahwa AIPS telah berupaya melakukan pembinaan terhadap para peternak lokal. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah produk susu lokal yang ditolak semakin berkurang berkat berbagai upaya perbaikan, seperti penggantian ember plastik dengan stainless steel dan peningkatan proses sanitasi, seperti pencelupan puting sapi dengan produk antiseptik sebelum proses pemerahan demi menjaga kebersihan.
Namun, menurut Sonny, kualitas masih menjadi masalah utama dalam penyerapan susu sapi lokal.
“Harga antara susu impor dan lokal memang bisa naik turun, tetapi yang menjadi isu utama adalah kualitas, bukan harga. Kita tidak bisa kompromi dengan kualitas yang tidak memenuhi standar," ujarnya.