Sebagai catatan, pengungkapan harta sukarela wajib pajak berlaku mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2022. Dalam UU tersebut, harta yang dimaksud adalah aset yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015.
Nantinya, harta bersih tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenai pajak penghasilan (PPh) yang bersifat final. PPh final itu akan dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagai berikut:
-6 persen untuk harta di dalam negeri dan diinvestasikan ke sektor pengelolaan sumber daya alam, energi baru terbarukan dan obligasi negara
-8 persen jika harta tersebut tidak diinvestasikan di tiga sektor tersebut
-6 persen untuk harta di luar negeri yang dialihkan dan diinvestasikan ke sektor tersebut
-8 persen untuk harta di luar negeri yang dialihkan tetapi tidak diinvestasikan di tiga sektor tersebut
-11 persen untuk harta bersih yang berada di luar negeri dan tak dialihkan ke Indonesia.
Untuk pengungkapan harta secara sukarela yang diperoleh sejak 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2020, tarif PPh finalnya adalah:
-12 persen untuk harta di dalam negeri dan diinvestasikan di tiga sektor yang telah disebutkan
-14 persen jika tidak diinvestasikan di sektor-sektor tersebut
-12 persen untuk harta di luar negeri yang dialihkan dan diinvestasikan ke tiga sektor tersebut
-14 persen untuk harta di luar negeri yang dialihkan tetapi tidak diinvestasikan ke tiga sektor tersebut
Dalam Pasal 7 RUU HPP, wajib pajak yang pengalihan harta bersih ke Indonesia dilakukan maksimal pada 30 September 2022. Sementara komitmen wajib untuk menginvestasikan hartanya pada sektor SDA, EBT, dan SBN disampaikan maksimal 30 September 2023.
"Investasi harta bersih wajib dilakukan paling singkat lima tahun sejak diinvestasikan," demikian bunyi aturan tersebut.
Lebih lanjut, wajib pajak yang ingin mengikuti program pengampunan pajak ini dapat mengajukan surat pemberitahuan pengungkapan harta kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Wajib pajak juga harus melampirkan sejumlah dokumen seperti bukti pembayaran PPh final, daftar perincian harta dan informasi kepemilikan harta yang dilaporkan, daftar utang, pernyataan mengalihkan harta bersih ke Indonesia, pernyataan akan menginvestasikan harta bersih untuk sektor SDA, EBT, serta obligasi negara.
Selanjutnya, DJP akan menerbitkan surat keterangan terhadap surat pemberitahuan tersebut. Jika terdapat ketidaksesuaian antara harta bersih yang diungkapkan dan keadaan sebenarnya, maka DJP dapat merevisi atau membatalkan surat keterangan tersebut.
Sementara wajib pajak yang sudah mendapatkan surat keterangan dari DJP tidak akan dikenai sanksi administratif. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengungkapan harta bersih akan diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK).