Jakarta, FORTUNE - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menilai polarisasi dalam kontestasi politik adalah yang wajar. Sebab, dalam masa kampanye pemilihan umum, unsur emosional selalu mengemuka. Seringkali, bahkan sisi emosional ini lebih dominan mewarnai proses pemilihan ketimbang program-program yang diusung para kontestan.
Jika calon kepala daerahnya adalah laki-laki dan perempuan misalnya, isu gender akan mendominasi percakapan. Sementara jika calonnya berasal dari latar belakang Jawa dan Sunda, unsur etnis bisa jadi isu yang mendominasi. "Kalau calonnya beda agama muncul isu agama. Kita harus bedakan ini adalah aspek emosional. Lalu ada aspek program, biasanya kita sandingkan," jelasnya dalam Indonesia Milenial and Gen-Z Summit, Jumat (30/9).
Padahal, Pemilu idealnya menjadi ajang untuk beradu gagasan dan program. "Semua harus strict pada aturan. Ikut pada ketentuan karena dalam proses kampanye pemilu itu ada ketentuannya. Di dalam kenyataannya dalam kampanye ada unsur emosi ada unsur programatic," tuturnya.
Karena itu pula, usai masa kampanye, biasanya pihak yang dikalahkan bakal menyebut bahwa para pemilih lebih cenderung menggunakan emosi ketimbang mempertimbangkan program yang diusung. Sebaliknya, pihak yang menang akan membantahnya dan mengatakan mereka unggul karena program-program yang diusung selama kampanye.
"Itu natural. Di mana-mana juga begitu. Yang penting adalah ketika masuk proses pemilu harus sadar pasti akan terjadi yang namanya polarisasi. Polarisasi pasti terjadi antara dua kubu, tiga kubu, empat kubu," ungkapnya.