Jakarta, FORTUNE – Istilah Asian values atau secara harfiah berarti "nilai-nilai Asia" menjadi pembicaraan gara-gara potongan video obrolan pada acara siniar Total Politik mengenainya beredar luas di berbagai platform media sosial.
Secara umum, Britannica mendefinisikan Asian values ini sebagai nilai politik yang merupakan alternatif penyeimbang dari nilai-nilai politik dunia Barat yang disebarluaskan secara global.
Asian values berkembang di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara, dan berkenaan dengan nilai disiplin, kerja keras, penghematan, pencapaian akademik, penghormatan terhadap otoritas, serta keseimbangan kebutuhan individu dan masyarakat.
Sementara, nilai-nilai Barat dianggap menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), demokrasi, dan kapitalisme.
Asian values pun hadir untuk menyatakan bahwa nilai-nilai politik Barat tidak cocok untuk sebagian bangsa di Asia karena memupuk individualisme dan legalisme yang berlebihan, yang mengancam akan merusak tatanan sosial dan menghancurkan dinamisme ekonomi.
Menurut buku Perbandingan Hukum Tata Negara: Filsafat, Teori, dan Praktik, oleh Mirza Satria Buana (2023), istilah Asian values yang kemudian mulai merebak pada dekade 1980-an ini dianggap bersumber dari aliran kepercayaan dan keagamaan, seperti Konghucu, Buddha, Islam, Hindu, dan hukum-hukum komunal yang bersifat partikularisme dan kelokalan di Asia.
Untuk memahami Asian values yang muncul di tengah perkembangan ekonomi yang pesat dari HongKong, Singapura, Taiwan, atau Korea Selatan, berikut secuplik mengenai sejarah dan kritik yang mengiringi perkembangannya.