Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-10-24 at 14.50.17 (1).jpeg
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Intinya sih...

  • Pemerintah memastikan pasokan gas murah bagi industri nasional terpenuhi pada 2027.

  • Indonesia akan mengalami surplus gas pada 2027, dengan beberapa proyek besar akan memperkuat pasokan gas nasional.

  • Pemerintah tetap akan mempertahankan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi sektor industri.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE — Pemerintah memastikan ketersediaan pasokan gas murah bagi industri nasional akan sepenuhnya terpenuhi pada 2027.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan pemerintah tengah menata ulang neraca komoditas energi demi menjamin keberlanjutan hilirisasi dan daya saing industri di dalam negeri.

“Kalau kita bicara hilirisasi, tidak hanya tentang bagaimana meningkatkan nilai tambah terhadap bahan baku, tapi juga menyangkut instrumen pendukung, termasuk energi,” ujar Bahlil dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Selasa (28/10).

Menurutnya, Indonesia akan mengalami surplus gas pada 2027. Namun, pada periode 2025–2026, sebagian dari cadangan gas nasional yang sudah cukup besar, telah masuk kontrak untuk ekspor, yang besarnya 30 persen. Walhasil, terjadi keterbatasan pasokan gas domestik dalam jangka pendek.

“Waktu plan of development (POD), pengelola sumur-sumur migas tidak mungkin melakukan produksi kalau market-nya tidak ada. Itu kelemahan kita selama ini. Karena itu, sekarang kita sedang menata ulang neraca komoditas gas,” ujarnya.

Bahlil mengatakan beberapa proyek besar akan memperkuat pasokan gas nasional, seperti yang dikelola oleh Eni dengan kapasitas sekitar 1.000 juta kaki kubik per hari (mmscfd) dan Mubadala dengan kapasitas sekitar 300 mmscfd.

Selain itu, ada pula proyek-proyek di Papua dan Jawa Timur yang ditargetkan akan beroperasi penuh pada 2027 dan dialokasikan seluruhnya untuk kebutuhan dalam negeri.

Pemerintah juga tetap akan mempertahankan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi sektor industri. Harga gas ini ditetapkan sebesar US$6,5 per MMBtu untuk industri yang mendapat subsidi dan US$7 per MMBtu bagi industri non-subsidi, jauh di bawah harga pasar yang saat ini mencapai US$10–11 per MMBtu.

“HGBT tetap kita berikan, hanya saja volumenya mungkin belum sesuai ekspektasi. Tapi pada 2027 nanti, semua kebutuhan industri akan ter-cover,” ujarnya.

Langkah ini merupakan bagian dari strategi besar pemerintah memastikan hilirisasi berjalan optimal dan industri nasional memiliki daya saing global melalui ketersediaan energi dengan harga terjangkau.

“Jadi, 2027 ini industri kita sudah tidak akan menghadapi problem lagi terkait pasokan gas,” katanya.

Masalah keterbatasan pasokan serta tingginya harga gas masih menjadi problem bagi pelaku industri di Tanah Air. Minimnya ketersediaan gas dengan harga terjangkau dikhawatirkan dapat menekan produktivitas sektor manufaktur dan memicu gejala deindustrialisasi.

Pelaku usaha mengungkapkan bahwa jatah gas murah yang diterima industri di wilayah barat Jawa saat ini hanya berkisar 60–65 persen, sedangkan untuk kawasan timur sekitar 50–55 persen dari total kuota yang ditetapkan pemerintah. Sisanya harus dipenuhi melalui pembelian gas hasil regasifikasi LNG dengan harga mencapai US$15,3 per MMBtu.

Keterbatasan suplai gas murah ini tidak terlepas dari menurunnya pasokan gas pipa di sejumlah wilayah strategis, seperti Sumatra bagian tengah dan selatan, Lampung, serta Jawa bagian barat. Kondisi tersebut terjadi akibat penurunan alamiah produksi blok-blok migas yang telah menua dan belum adanya temuan sumber gas baru yang signifikan.

 

 

Editorial Team