Jakarta, FORTUNE - Bank Dunia menyatakan krisis ekonomi akibat pagebluk Covid-19 telah meningkatkan beban utang hingga mencapai rekor tertinggi pada negara berpendapatan rendah. Beban utang ini melonjak akibat meningkatnya kebutuhan pembiayaan untuk menangani dampak ekonomi dari krisis.
Berdasarkan laporan Statistik Utang Internasional 2022, Bank Dunia menyebutkan beban utang di 73 negara berpendapatan rendah tahun lalu mencapai US$860 miliar, atau naik 12 persen dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan utang pada 2020 bahkan lebih tinggi dibandingkan kenaikan pada 2019 yang hanya 9,5 persen.
“Krisis mendorong kebutuhan pembiayaan termasuk pembiayaan dari publik. Namun, pada saat yang sama juga melemahkan fundamental ekonomi masing-masing negara dan kapasitas untuk melayani dan membayar utang publik,” kata Presiden Direktur Bank Dunia, David Malpass, Selasa (12/10), dikutip dari The Guardian.
Malpass mengatakan risiko yang muncul sekarang adalah terlalu banyak negara yang akan pulih dari krisis Covid-19 dengan utang segunung. Pemulihannya bisa memakan waktu bertahun-tahun.
Laporan Bank Dunia juga menunjukkan, lebih dari 50 persen dari 70-an lebih negara tersebut memiliki rasio utang terhadap pendapatan nasional mencapai 56 persen. Sedangkan, sekitar 7 persen dari puluhan negara itu memiliki rasio utang terhadap pendapatan nasional lebih dari 100 persen.
Menurut Bank Dunia, posisi utang luar negeri pada negara berpenghasilan rendah dan menengah di periode yang sama juga meningkat 5,3 persen secara tahunan. Nilai utang luar negeri negara-negara tersebut mencapai US$8,7 triliun.
Lembaga ini menyebutkan, rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (PDB) negara-negara tersebut (di luar Tiongkok) naik dari 37 persen menjadi 42 persen. Sedangkan, rasio utang terhadap ekspor naik dari 126 persen menjadi 154 persen.