Jakarta, FORTUNE - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menargetkan penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp60 miliar pada tahun depan. Perjanjian kerja sama terkait utang tersebut telah diteken pada 29 Agustus 2025.
Dalam rapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Menteri PPN, Rachmat Pambudy menyampaikan permohonan dukungan atas rencana itu. “Izinkan kami juga mohon dukungan persetujuan Komisi XI terhadap alokasi pinjaman luar negeri SMART sebesar Rp 60 miliar dari pagu anggaran yang selama ini sudah kami dapatkan,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (3/9).
Ia menjelaskan, pinjaman luar negeri tersebut merupakan bagian dari Strengthening Apparatus Management and Development Project (SMART) yang dijalankan bersama Japan International Cooperation Agency (JICA). Nilai komitmen kerja sama itu mencapai US$50 juta atau setara Rp821,2 miliar dengan kurs Rp16.424 per dolar AS.
Program SMART ditujukan untuk mendukung transformasi birokrasi, memperkuat manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi, serta meningkatkan kinerja regulasi dan institusi pembangunan. Proyek ini direncanakan berlangsung selama tujuh tahun, mulai 2026 hingga 2032.
Dalam rencana penarikan pinjaman, Bappenas memulai dari Rp60 miliar pada 2026, dilanjutkan Rp146,6 miliar di 2027, lalu Rp133,4 miliar pada 2028.
Tahun berikutnya sebesar Rp 121,1 miliar, kemudian Rp11,6 miliar di 2030. Pada 2031 dan 2032, pinjaman direncanakan masing-masing Rp101,4 miliar dan Rp71,1 miliar.
Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menegaskan bahwa lembaganya akan segera menjadwalkan pembahasan khusus terkait rencana pinjaman luar negeri tersebut. “Kementerian PPN/Bappenas menyampaikan program yang menggunakan pinjaman luar negeri kepada komisi sebelas untuk segera dibahas. Akan segera diagendakan,” katanya.
Penarikan pinjaman luar negeri ini dilakukan meskipun anggaran Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) untuk tahun 2026 naik menjadi Rp 2,59 triliun, dari sebelumnya Rp 1,97 triliun pada 2025.
Dana itu akan difokuskan untuk memperkuat kapasitas sumber daya manusia (SDM) sekaligus menjalankan sejumlah program prioritas.
Rachmat Pambudy, menjelaskan bahwa anggaran tersebut dibagi menjadi dua pos utama. Pertama, program dukungan manajemen sebesar Rp 1,53 triliun. Kedua, program perencanaan pembangunan nasional senilai Rp 1,07 triliun.
Secara lebih detail, program dukungan manajemen mencakup komponen belanja berupa gaji dan tunjangan kinerja sebesar Rp619,4 miliar, biaya sewa gedung Rp330 miliar, operasional pegawai Rp36 miliar, serta dukungan layanan lainnya senilai Rp542,3 miliar.