NEWS

Epidemiolog: Pencabutan PPKM Belum Tepat dan Berisiko Besar

Pembatasan masih diperlukan meski data terlihat membaik.

Epidemiolog: Pencabutan PPKM Belum Tepat dan Berisiko BesarIlustrasi Covid-19. (Pixabay/ELG21)
02 January 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, menyampaikan bahwa pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diputuskan oleh Pemerintah Indonesia belum tepat dan berisiko besar.

Dicky mengatakan bahwa hal ini dikarenakan keputusan tersebut diungkapkan pada masa libur Natal dan Tahun Baru yang berpotensi menimbulkan kerumunan dan pergerakan tinggi di berbagai tempat. “Saya sulit menghindari anggapan bahwa ini lebih bernuansa politis ekonomis dibandingkan medis,” ujarnya saat dihubungi Fortune Indonesia, Senin (2/1).

Menurut Dicky, modal data kuantitatif yang jadi landasan pemerintah untuk mencabut PPKM pun dirasa belum lengkap. “Di balik data kuantitatif ada data kualitatif yang menunjukkan bahwa perilaku masyarakat Indonesia kalau sakit tidak ke faskes (fasilitas kesehatan), ngobatin sendiri, di rumah. Jadi, nggak serta merta rumah sakit kosong lalu kasus pun ikut kosong,” katanya.

Selain itu, kesadaran masyarakat melakukan test ditambah dengan penelusuran penyebaran Covid-19 sebenarnya menurun signifikan, bahkan di bawah standar WHO, dengan tes 1.000 orang per minggu. “WHO mengatakan bahwa dunia saat ini mengalami penurunan 90 persen dari kapasitas surveillance genomic, artinya kita akan buta situasi, karena itu (surveillance) adalah mata kita untuk melihat dari karakter dan persebaran virus,” ujarnya.

Di sisi lain, cakupan vaksinasi booster Indonesia termasuk yang sangat rendah. Apalagi, bagi kelompok lansia, dosis pertama booster saja masih di bawah 30 persen, bahkan dosis kedua belum sampai 5 persen. Hal ini dinilai berbahaya, karena yang bermutasi saat ini adalah varian virus yang efektif untuk menerobos kekebalan dari vaksinasi. 

Jangan dilakukan di masa libur

Dicky Budiman.
Dicky Budiman. (dok. Pribadi)

Dicky berpendapat, pencabutan PPKM sebaiknya tidak dilakukan di masa libur Nataru dan lebih bijak dilakukan pada minggu kedua atau ketiga Januari 2023. Selain itu, pencabutan PPKM sebaiknya tak diartikan menghilangkan seluruh pembatasan.

Penghilangan pembatasan juga pernah dilakukan oleh Swedia. Sejak lama, negara Eropa Utara ini sudah tak menggunakan Public Health and Social Measurement (PHSM)–semacam PPKM yang disarankan oleh WHO. Bahkan, di Eropa, negara tersebut menjadi yang paling bebas dan tak terikat berbagai larangan pergerakan di masa pandemi Covid-19.

Namun, terjadi saat ini menempatkan Swedia menjadi negara Eropa dengan angka kematian akibat Covid-19 tertinggi, di akhir 2022. “Data ini membuktikan bahwa PHSM masih diperlukan, dalam bentuk apapun. Nggak harus PPKM,” katanya.

Belum siap

Suasana PPKM Darurat di sebuah pasar di Yogyakarta, Senin (9/8/2021).
ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

Related Topics