Menkes Bakal Pantau Antibodi Covid-19 Penduduk lewat Survei Rutin
Survei serologi akan dilakukan rutin di setiap provinsi.
Jakarta, FORTUNE – Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Gunadi Sadikin, mengatakan antibodi Covid-19 seseorang–baik dari vaksin maupun secara alami–tidak serta merta mencegah terjadinya penularan, namun bisa mencegah hospitalisasi, gejala berat dan kematian.
“Itulah sebabnya, kita melihat kemarin pada bulan Januari, walaupun (vaksinasi) sudah tinggi 86,6 persen, jumlah kasusnya (Covid-19) naik lebih tinggi daripada saat varian Delta. Tetapi, hospitalisasinya hanya seperempat sampai seperlima Delta, kematiannya pun hanya sepersepuluhnya dari Delta,” ujar Budi saat menyampaikan keterangan pers survei serologi nasional, Jumat (18/3).
Ia menambahkan, masyarakat perlu memahami perlunya penguatan protokol kesehatan pribadi, misalnya dengan penggunaan masker untuk mencegah meluasnya penularan. Kemudian, vaksinasi sangat penting dilakukan demi perlindungan dari risiko kematian dan hospitalisasi.
Terakhir adalah survei serologi secara nasional akan dilakukan secara rutin, supaya perkembangan antibodi di tiap provinsi, kota, maupun kabupaten dapat terus terpantau.
“Akan banyak kebijakan-kebijakan yang bisa diambil menghadapi pandemi ini secara seimbang antara politik, sosial, ekonomi, budaya, dengan kesehatan. Tentunya berbasis bukti, berbasis evidence,” kata Menteri Budi.
Antibodi alami bisa didapat dari infeksi
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), bersama Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) melakukan survei serologi. Hasilnya, sebanyak 86,6 persen penduduk Indonesia per November-Desember 2021, sudah punya antibodi, baik dari masyarakat yang sudah vaksin maupun belum divaksin.
Epidemiolog FKM UI, Iwan Ariawan, mengatakan jumlah tersebut cukup besar. Bahkan, dari survei yang dilakukan, terdapat 73,9 persen penduduk yang belum divaksinasi, namun sudah memiliki antibodi.
“Ini adalah mereka yang dapat dari infeksi, baik yang mereka tahu maupun yang tidak tahu bahwa mereka sudah terinfeksi,” ucapnya.
Hasil lain adalah adanya perbedaan kadar antibodi antara mereka yang sudah divaksin pertama dan kedua. Masyarakat yang sudah divaksin pertama antibodinya mencapai 91,3 persen, sedangkan yang sudah dua kali vaksin punya kadar antibodi lebih tinggi, hingga 99,1 persen.
“Vaksinasi bermanfaat untuk meningkatkan proporsi penduduk yang memiliki antibodi terhadap SARS Cov-2,” ucapnya.
Herd Immunity tak lagi relevan
Epidemiolog FKM UI, Pandu Riono, menyebutkan bahwa Sars Cov-2 adalah keluarga virus RNA yang evolusinya tidak pernah berhenti, hanya waktu dan kecepatan penularan yang bervariasi. Oleh karenya, konsep herd immunity (kekebalan kelompok) tak lagi relevan, karena konsepnya yang ditujukan untuk patogen–seperti virus atau kuman–yang relatif tidak berubah secara cepat.
“Yang penting adalah, kita berusaha mencapai vaksinasi sebanyak-banyaknya, secepat-cepatnya. Kalau toh terjadi peningkatan atau ada perubahan, ada varian baru, penduduk sudah punya imun. Karena itu adalah immunity wall atau benteng pertahanan yang bisa menghadapi setiap musuh (virus),” kata Pandu.
Vaksinasi menurutnya masih memegang peranan penting dan harus berlanjut terus. Apalagi, saat ini sudah banyak penduduk yang mendapatkan kombinasi antibodi dari imunisasi vaksin dan infeksi.
Ditambah lagi adanya vaksinasi penguat yang dirancang meniru terciptanya imunitas hibrid–campuran imunisasi dan infeksi. “Jadi, hasilnya akan jauh lebih baik,” tuturnya.